Saturday 7 January 2017

Menulis (2.1) Otak Yang Menakjubkan

NEURON. Allah SWT Mahapengasih lagi Mahapenyayang. Setiap manusia dibekali setriliun sel saraf (neuron) terdiri dari 100 miliar sel aktif dan 900 miliar sel pendukung. Apabila dibentangkan, walau terkurung di batok kepala otak yang beratnya sekitar 1,5 kg, panjangnya mampu mengelilingi bumi. Kalau diaktifkan? Setiap neuron mampu berkoneksi 20.000. Sungguh super dahsyat kapasitas otak manusia. Setiap manusia born to be a genius.

Berkeinginan seketika ke Tanah Suci? Aktifkan otak. Serahkan kepada otak. Pejamkan mata. Dalam sepersekian sekon Sampeyan bisa berdiri di depan Ka’bah. Tidak susah, tidak rumit, hampir tidak memerlukan waktu. Otak yang super. Kapasitas otak kita yang begitu dahsyat, harus didayagunakan. Harus diperhatikan, dari asupan gizi, pemeliharaan, sampai ‘memutarnya’ agar bekerja optimal. Untuk itulah kita belajar, dan atau, belajar dari pengalaman; pengalaman sendiri atau orang lain.

Otak diberikan kepada setiap orang. Tidak peduli dia kelak Muslim, Kristen, Yahudi atau atheis. Lahir di Padang atau Praha, laki-laki atau perempuan, pendek atau tinggi, Allah SWT tidak membeda-bedakan. Pengembangannya menjadi urusan masing-masing. Mau dijadikan barang terkurung saja silakan. Allah SWT berpuluh kali memperingatkan: Afala taqqilun, Afalla tatafarrakun.

Tidak pelak lagi, kita mempekerjakan otak dalam kehidupan. Otak dalam arti sel saraf (neuron) yang setriliun itu, konon, tidak akan rusak manakala dipakai. Kalau didiamkan akan menciut, terlelap menjadi The Sleeping Giant. Kalau dibergunakan akan berkembang, berkembang dan terus berkembang menempuh jalan fitrahnya, unlimited.

Coba pikirkan contoh sederhana berikut. Memulai belajar mengetik, duh susah nian. Kletaaak, kletiiiik, kletoook. Sungguh sangat susah ketika memulai, tetapi kalau sudah terampil, otak menghemat kerja mata, ujung jari-jari tangan mencari sendiri huruf mana yang harus ditekan apabila menulis sesuatu, dan tidak meleset. Otak meringkasnya. Cermati refleks kelopak mata. Tanpa diperintah begitu ada benda asing mendekati kelopak mata beraksi melindungi mata. 

Pemengerjaan otak hingga terlatih meringkas, melipat cara kerja organ apa pun; otomatis, instingtif, reflektif. Seorang yang ahli tentang sesuatu tidak perlu memikir —karena berpikirnya sudah reflektif— untuk merespon sesuatu.

Percaya atau tidak. Kalau dipikir-pikir saya bingung bagaimana menulis sekian banyak tulisan. Maaf —sungguh kurnia Allah SWT— bila menulis tidak memikirkannya. Apalagi sampai merenung segala macam. Soal kualitasnya jelek, begitulah kemampuan saya. Sungguh. Banyak orang bingung tentang ide, memilih diksi, atau memoles kalimat. Saya terbebas dari hal-hal sedemikian. Mengalir begitu saja.
Karena itu memperbanyak membaca, mendengar, mengamati, atau menganalisis di pikiran. Menuliskan apa yang ada di pikiran —maklum penulis kacangan— dalam hitungan menit. Menggunakan sedikit waktu untuk menulis. Tidak ribet. Menuliskan apa yang telah dipikirkan.
Perhatikan otot-otot Ade Ray. Ade Ray mengembangkan kapasitas ototnya demikian sempurna. Tidak heran dalam aneka kontes binaraga Ade Ray menjadi jawara. Mengembangkan dalam arti segala hal pendukungnya dipenuhi. Otot Sampeyan? Ngak mungkinlah menandingi otot Ade Ray.
Begini saja. Kepalkan jari-jari tangan, tangan ditarik ke arah dada, otot pangkal lengan mengeras, otot bahu lebih keras, istilahnya, otot berisi dan kukuh. Otot yang terlatih bekerja, fungsinya maksimal, mantap dan indah terlihat.
Begitu juga saraf otak. Apabila rajin membaca, informasi akan masuk memori, pengetahuan bertambah. Latihlah diri bermain aneka games, muaranya keterampilan main games. Memang bermuatan keterampilan berpikir dan strategi, namun tentu lebih afdol membaca buku. Membaca buku pasti sudah sebagai landasan pengembangan diri, pengembangan pengetahuan. 
Artinya, sel-sel saraf siap dipekerjakan. Membiasakan menulis tiap hari, jari-jari seolah melihat letak huruf A-a dimana posisi huruf K-k, dan tanpa melihat menekan huruf Y-y-U-u. Kok bisa? Kerja otak, ‘berbuah’ refleks.
Mereka yang berkemampuan mengetik sepuluh jari matanya hanya membaca teks. Otaknya otomatis menggerakkan jari-jarinya. Kalau menulis dibiasakan, otak dibiasakan mengomandoi menulis, pada tingkat mahir menulis menjadi mudah. Menulis, menulis, dan terus menulis bermuatan pelatihan menuju otomatisasi kerja otak. 
Mereka yang mahir menyetir mobil tidak mengingat-ingat melainkan langsung menghidupkan mesin .... ruaaaaar mobil melaju.
Jujur saja, saya heran. Ketika menulis ‘Melipat Waktu dalam Menulis’, entah dari mana asalnya, konsep materi, waktu, ruang, dan energi datang tanpa dipikirkan. Dikaitkan dengan phanton dalam lihatan Isra Mikraj Rasulullah, sungguh mencengangkan. Ada apa? Ketika dipikirkan, baru sadar, pernah membaca buku fisika, membaca buku Agus Mustafa, mendengar dan membaca peristiwa Isra Mikraj Rasulullah. Oh tersimpan di memori. Apa yang ada di memori bila dipanggil ke luar sendiri. Kalau memori sudah rusak, atau ditidurkan, lain lagi soalnya.
Pelajarannya, input informasi perlu diperbanyak sebanyak-banyaknya. Bisa saja informasi tersebut terlupakan, tetapi harap diingat, tidak hilang. Pernah melihat orang dikejar anjing? Begitu anjing menggonggong mengancang mengejar seseorang tersebut mengayunkan kaki dan lari bak pelari 100 meter. Gundukan tanah, selokan dua meteran, atau pagar dilalui dengan sukses. Otak memerintahkan tubuh menyelamatkan diri. Go go go. Otak bekerja  tanpa Sampeyan perintahkan, atau dalam bahasa lain, begitu cepat bereaksi.
Hayya, tetapi jangan coba-coba melakukan dalam keadaan normal. Jangankan selokan dua meteran, selokan yang lebarnya semeter saja susah dilampaui dan bukan tidak mungkin Sampeyan, tercebur. Artinya, ada ketika power yang tersimpan terkeluar. Begitu juga menulis.
Menulis, menulis, dan terus menulis dimaknai dalam arti menggali dan mengembangkan potensi diri menuju menulis mudah. Tapi, kalau otak dipagari kawat berduri dalam mindset bahwa menulis itu susah, kalah duluan deh.
Bagaimana menurut Sampeyan? 

Share this

0 Comment to "Menulis (2.1) Otak Yang Menakjubkan"

Post a Comment