Saturday 7 January 2017

Menulis (2.3) Otak ”Sang Pencipta”

BELAJAR. Seorang teman menulis: “Otak orang Indonesia sangat bagus untuk penelitian, sebab belum maksimal digunakan.” Banyak guyonan sejenis. Kalau soal bodoh sih tidak. Belum ada buku tentang orang Indonesia bodoh. Paling-paling semisal buku Manusia Indonesia Muchtar Lubis. Kalau White Man Stupid jelas sudah bahasannya.
Adi W. Gunawan, penulis buku Genius Learning Strategy, berguyon. Pada suatu kecelakaan di Amerika Serikat kepala seorang Indonesia babak belur, tetapi tidak apa-apa. Otaknya masih baik. Kenapa? Otaknya di dengkul. Busyet.
Bacaan mengolok-olok bangsa lebih afdol diganti dengan ‘The Lost Continent Finally Found’ karya Aryoso Santos, lebih membangkitkan keindonesiaan. Bukan ditemukannya Manusia Purba saja, tetapi kebudayaan dunia justeru bermula dari Indonesia. Tentu bukan yang mengatasi ledakan tabung elpiji saja kesusahan, tetapi Manusia Indonesia yang mencipta.
Saya tidak mampu menciptakan hal spektakular.  Ketika belajar antropologi di Universitas Gadjah Mada lahir anak pertama dan diberi nama Antragama EWA Abbas. Anak kedua lahir ketika bersama ketua BAPPEDA Kalsel menganyam Visi-Kalimantan Selatan 2020 di bulan April 1998, Aprivisi EWA Abbas. Anak ketiga lahir ketika terasyik dengan internet, Aztaraneta EWA Abbas. Menjuduli karya buku dengan gaya sendiri, ciptaan pikiran, ciptaan otak. Lumayanlah.
Karya-karya besar lahir dari pemberdayaan otak. Mula-mula berupa ide, ‘dimatangkan’, diuji coba dan berhasil. Ada yang bergaya Archiemedes memecahkan misteri cara mengukur berat emas yang terkenal dengan ucapannya: Eureka ... Eureka ... Eureka. Teori Gravitasi Newton terilhami dari buah apel yang jatuh. ‘Uang gravitasi’, kreativitas siapa ya?
Pertanyaannya, sampai haregene apa yang diciptakan? Kita mempunyai beragam perguruan tinggi. Produk teknologi mendunia? Yang pasti, buah-buahan sampai hasilan peternakan pun diimpor. Lalu berdebat soal pengawet. Berbulan-bulan di perjalanan dan terlihat segar sampai di Indonesia tanpa pengawet? Logika kok ditekuk. Negara pertanian pengimpor hasil pertanian paling rakus.
Yang lebih hebat, di dunia akdemis, kalau menulis tidak mengutip pendapat ahli nun dari sono tidak bagus, tidak berkualitas, tidak ilmiah. Menulis multikulturalisme wajib berbasis melting pot atau sandwich bold. Konsep-konsep ciptaan ahli dari sono wajib dikuasai, kalau dari orang dewe janganlah, kualitasnya rendah. Yo opo rek. 
Local genius diabaikan, local wisdom terbiarkan. Semakin banyak kutipan, semakin berderet-deret pendapat ‘ahli sono’ dipajang, semakin hebat, semakin ilmiah. Kreativitas dibunuh, daya cipta otak dilumpuhkan. Allah SWT memperingatkan: Apabila suatu kaum tidak merubah nasibnya maka tidak akan berubahlah.
 
Apabila menulis, setiap membuat kalimat kita mencipta, kecuali copy paste. Kata memang sudah tersedia, tetapi susunannya penulislah yang melakukan. Karena itu, karya tulis terkategori ciptaan. Buku, ditandai dengan ISBN, international series book number. Sudahkah memiliki satu saja?
Menulis menjadi pencipta. Ya, saya penulis kecil-kecilan, penulis remeh-temeh, dan memotivasi mereka yang berkeinginan menulis. Tidak mampu, dan tidak mau, menjadi ahli teori (menulis). Menulis in action.
Kepada teman-teman pesahring menulis ditegaskan: Menulislah sekarang, bukan nanti. Jangan mengeluh, apalagi menghujat. Kalau pun melihat tulisan teman kurang baik, berikan masukan. Mari mencipta dengan menulis. Setiap kalimat yang kita buat adalah ciptaan. 
Alhamdulillah, banyak orang, anak-anak muda yang sharing menulis karyanya sudah bagus. Bersama kami mengedit, mengirimkan ke media cetak, diterbitkan menjadi buku. Alangkah eloknya manakala orang-orang hebat Indonesia menuliskan pengetahuannya sebagai contoh yang baik. Dunia buku (menulis) akan menayangkan banyak ide.
Banyak hal yang bisa diciptakan, otak diberdayakan meraup informasi, menggali pengetahuan, memantik ide, mematangkan yang dioperasionalkan menjadi ciptaan. Tidak semua ide, tidak semua yang ditulis menjadi ciptaan bendawi. Mari memulai. Mari mencipta, memberdayakan otak ‘Sang Pencipta’.
Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (2.3) Otak ”Sang Pencipta”"

Post a Comment