Tuesday 10 January 2017

Menulis (2.6) Otak ”Sang Penulis”

MEMORI. Kehidupan era modern, era komputer, ketika saya masih kecil, jangankan membayangkan akan tergantung kepada peralatan canggih tersebut, terlintas di pikiran saja tidak. Dalam menulis misalnya, ketika era komputer XT, duh gembiranya beralih dari mesin ketik. Tidak ada lagi kletak-kletok, tidak ada lagi tipex. Menulis menjadi mudah. Anak-anak yang lahir tahun 2000 ke atas bisa jadi menganggap mesin ketik sebagai benda museum.

Kini, kapasitas komputer dengan daya simpan ratusan gigabyte (GB) dengan kecepatan kerja luar biasa. Proses komputer sekarang sudah berkadar i7. Bagaimana kehidupan manusia beribu-ribu tahun, apalagi jutaan tahun lagi, sungguh tidak terbayangkan. Bisa jadi, era Transformer atau Avatar bukanlah sajian film saja. Komputer, betapapun tangguhnya adalah ciptaan ‘otak’ manusia, hasil pikir manusia. Sebaliknya. komputer tidak akan mampu menciptakan otak manusia.
Itu baru komputer. Bayangkan kapasitas rekam malaikat Rakib dan Atid yang mampu menulis apa saja yang dilakukan manusia. Allah Mahabesar. Otak manusia yang beroperasi dalam bentuk pikiran, tentunya sangat cilik menthik, tiny. dibandingkan daya rekam malaikat Rakib dan Atid. Sangat kecil? Yes, bila dibandingkan kemampuan malaikat. 
Tetapi, pada takaran manusia sangat luar biasa. Si Jenius Albert Einstein saja, konon baru menggunakan 3% kapasitas otaknya. Artinya, kalau Einstein mengoperasikan full speed kira-kira bagaimana ya hasilnya? Dan, tentu kapasitas terbesar masih terlelap. Bagaimana dengan kita? Jangan-jangan betul-betul menjadi The Sleeping Giant. Sungguh kesia-siaan, òtak menjadi indung kemubaziran dalam kehidupan manusia.
Sebagai Raja Simpan, otak yang kita bahasakan dengan memori, adalah rangkaian akhir dari kehebatan raupan otak sebagai ‘Raja Raup’, informasi apa saja melalui pancaindra atau yang diinstalkan Allah SWT, tentu kalau kita mendapat karomah,  yang diproses otak sebagai ‘Raja Proses’ dengan kecepatan tidak bisa dihitung dalam ukuran kecepatan apa saja saking cepatnya. Apa pun mampu disimpan. Otak Si Raja Simpan.

Bisa jadi, meniru amanah malaikat Rakib dan Atid yang menulis, menyimpan apa saja kelakuan manusia, baik dan buruk, sehingga nantinya simpanan tersebut yang akan menjadi saksi pada pengadilan akhirat. Ya otak Si Raja Simpan dalam makna Si Raja Tulis. Disadari atau bukan, dipercaya atau tidak, begitulah otak.
Setiap hari, pada helaan nafas, sejatinya otak menuliskan apa yang kita pikirkan, apa yang dilamunkan, apa yang dilakukan. Apa saja gerak kehidupan disimpan otak. Soal apa yang disimpan, ada yang melekat, ada yang susah diingat, atau lupa sama sekali, urusan bagaimana kita melatih otak. Apa yang kita ingat merupakan relasi langsung dari simpanan di memori, apa yang telah ditulis otak. Apa pun itu. 
Karena itu, sebaiknya hujaman diskusi kita bukan kepada daya simpan otak, tetapi pada apakah kita menyimpan hal-hal baik, hal-hal bermanfaat, hal-hal positif, atau ‘menuliskan di otak’ apa yang buruk, yang menghancurkan, yang membuat hati tertusuk rasa tersakiti atau menghancurkan diri dan orang lain? Itu halnya. Dipastikan kalau yang disimpan dan diproses adalah hal-hal negatif, dipastikan keluarannya juga hal-hal negatif.  
Ibarat memilih jalan, kita memilih jalan positif sajalah. Kiranya tidak ada salahnya disimak cerpen berikut yang menggambarkan bagaimana Si Raja Simpan bersaksi.
Bagaimana menurut Sampeyan? 

Share this

0 Comment to "Menulis (2.6) Otak ”Sang Penulis”"

Post a Comment