Friday 13 January 2017

Menulis (3.6) Berposisi Bodoh

PRAKTIK. Belenggu diri paling ketat bisa jadi sombong, tidak mau belajar. Seseorang yang mendeskripsikan dirinya hebat akan susah merubah mindset. Padahal kemajuan kehidupan dibangun berdasarkan perubahan ke arah lebih baik. 
Dulu, menulis menggunakan bulu angsa dan kemudian mesin ketik. Kini, alat mengetik paling populer komputer. Kalau menggunakan mesin ketik, ya ketinggalan zaman. Tetapi, kalau hanya menggunakan mesin ketik tidak bisa produktif? Siapa bilang. Rosehan Anwar, Jakop Soemadjo, dan banyak penulis beken lainnya produktif menulis memakai mesin ketik. Mesin ketik atau komputer adalah alat.
Kemampuan menggunakan komputer dan varian aplikasinya dimulai dengan mengakui diri bodoh. Bagaimana agar paham program PageMaker, InDesign, CorelDraw sampai Photoshop? Akui diri bodoh, tidak paham. Beli bukunya, bertanya, utak-atik. Kemauan belajar kuncinya.
Begitu pula menulis. Posisikan diri bodoh, tetapi bukan orang bodoh. Bodoh dalam artian mau belajar. Belajar dengan melakukan. Dari hasil melakukan didapat, oh ini kurang itu kelebihan. Siapa yang mau dan mampu mengakui bodoh, berkemauan berbuat, berprestasi, pastilah mau belajar. Siapa yang menajak diri hebat, belajar baginya kesia-siaan. Mari mengakui kebodohan untuk menjadi pembelajar.
Tidak satu orang pun berkemauan bodoh. Guna menghindari bodoh dan kebodohan orang belajar, baik formal maupun informal. Totalitas pendidikan untuk membunuh kebodohan, mencabut kebodohan dari akar-akarnya. Tetapi, masih banyak orang bodoh. Kenapa?
Bodoh dalam artian tidak tahu, tidak paham, belum mahir atau tidak terampil, tidak dijadikan pijakan untuk menghapus bodoh. Padahal, kalau mengakui diri tidak tahu dan belajar untuk tahu prosesnya menuju ketahuan. Dengan demikan bodoh dan kebodohan mudah dicampakkan.
Yang parah, tidak paham berlagak tahu. Pendidikan, misalnya pertanian, tidak berkarya, apalagi memajukan pertanian, berlagak paling pintar teori pendidikan. Akibatnya, ketika berkiprah di pendidikan, awut-awutan. Merasa hebat sih.
Menulis sebenarnya tidak rumit-rumit amat. Setiap orang pastilah mempunyai pengetahuan, pengalaman, dan mampu mengolahnya di pikiran. Apa yang ada di pikiran tersebut yang dituangkan. Ibarat melangkah yang diperlukan satu langkah saja lagi, yaitu: menuangkan apa yang ada di pikiran.
Menuangkan pikiran memerlukan latihan. Apabila dimulai dengan kesadaran belum terlatih, masih bodoh, belajarlah dengan melakukan. Berlatih menulis dengan menulis. Lakukan, dan Insya Allah menjadi sesuatu yang mudah. Jangan berbusung dada: Saya ini orang hebat. Hanya saja, kalau ditanya: “Mana bukti kehebatan dalam bentuk tulisan”. Jawabannya: “Eng ing eng.”
Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (3.6) Berposisi Bodoh"

Post a Comment