Saturday 14 January 2017

Menulis (4.8) Maniak Menulis

KONTRIBUTIF. Pernah dikata-katai seseorang dengan nada cemeeh, maniak menulis? Maniak berarti orang yang tergila-gila sesuatu; orang yang amat sangat menyukai sesuatu. Kalau belum merasakan dicemooh, kalau menulis secara teratur, bukan tidak mungkin pada suatu ketika dimaki sebagai maniak menulis. 
Kalau saya cuek saja. Mau dicap maniak atau bukan terserah. Jangan-jangan mereka yang mencap berkeinginan menulis dengan nafsu di ubun-ubun, tapi “ejakulasi dini menulis”, iri dengan mereka yang produktif menulis. Maniak menulis lebih bagus dari mematikan kreativitas orang sebagai dendam karena diri tidak mampu. Perilakunya, mencari-cari kelemahan atau kekurangan. Kalau ‘orang sehat’ berkontribusi, memperbaiki. Maniak menulis konotasinya negatif, istiqamah menulis positif, namun menulisnya tetaplah menulis. 
Maniak atau istiqamah adalah penilaian yang berbeda dengan (melakukan) menulis. Penulis biasanya tidak terjerat dengan penilaian, apalagi penilaian mereka yang tidak piawai menulis. Bagi penulis menulis adalah pembelajaran dimana dengan menulis terus-menerus belajar. 
Jadi, dipahami sebagai hal positif dan dirasakan hasilnya positif. Tidak mungkin diganggu oleh sekadar cap-cap yang tidak kontributif. Gangguan-gangguan eksternal bukan dijadikan pemati, melainkan sebagai pupuk atau dorongan agar lebih giat menulis. Penulis lebih memperhatikan ‘cacian’ konstruktif-kontributif dibanding cemeeh.
Dari pada terjebak diskusi maniak menulis, pahami saja maniak menulis jauh lebih positif dari tidak menulis. Tidak ada salahnya produktif menulis. Persoalannya bagaimana agar produktif? Apa yang harus dilakukan?
Menulis jangan sampai membeban. Ada waktu luang, menulis. Menulis apa yang hendak ditulis. Saya jarang memikirkan akan menulis apa, tetapi menulis apa yang ada di pikiran. Jadi, tidak susah. Prinsip pancangannya sangat jelas: menulis tidak mengganggu pekerjaan pokok. Kecuali, bagi mereka yang berprofesi utama menulis. Lain lagi soalnya.
Dalam pada itu, tidak mau dibodohi teori atau dongeng-dongeng yang tidak jelas ujung pangkalnya. Misalnya menunggu mood, sesuai calling, harus di tempat yang sejuk, harus sesuai dengan kriteria anu, anu, dan anu. Menulis kok disusah-susahkan. Menulis dimudahkan saja. Titik.
Lagi pula, tidak usah membaca ini-itu, wong membaca sudah menjadi kebutuhan. Tidak harus belajar anu dulu, baru menulis. Atau, dipaksa-paksa. Apalagi, dibelenggu ingin populer, mendapat duit, mendapatkan pengakuan dan seterusnya. Menulis saja. Dapat honor, bonus namanya. Dikatakan hebat menulis, atau dikenal orang, syukur. 
Saya berketetapan, menulisnya aja lagi. Adakalanya, sepuluh atau lima belas menit menjadi satu tulisan. Daripada menegakkan kehebatan berpendapat atau teori-teori orang, lebih baik menulis. Biar saja maniak menulis, biar saja maniak memotivasi menulis. 
Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (4.8) Maniak Menulis"

Post a Comment