Sunday 15 January 2017

Menulis (5.5) Mengoperasikan Otak, Ilmu Menalar

HUBUNGKAIT. Menulis tanpa logika, tanpa penalaran dipastikan menghasilkan tulisan lucu-lucuan. Pernah membaca tulisan yang membuat kepala pusing? Semakin dibaca semakin tidak dimengerti? Ada dua kemungkinan penyebabnya.
Pertama, tidak sesuai pendidikan, tidak sesuai keahlian. Misalnya begini. Buku Menulis Di Otak ini ‘bersandar’ pada otak melaju logika. Saya tidak mempelajari otak secara formal, hanya membaca buku-buku tentang otak. Pemahamannya tidak tuntas, pengetahuannya tidak radiks. Wajarlah kalau ada kesalahan (semoga tidak) karena belajar secara otodidak.
Atau, misalnya membaca dan menulis perihal fisika. Tidak cukup pengetahuan untuk memahaminya. Menulis tentang fisika, dipastikan akan ngawur. Sama saja orang berpendidikan teknologi mengangkangi pendidikan. Tidak sesuai kapasitas. Dianjurkan jangan menulis hal yang bukan bidangnya atau hal yang tidak dipahami.
Kedua, bisa jadi, pengetahuan atau ilmu OK, tetapi penyajiannya tidak karu-karuan. Apa sebab? Menulis tanpa logika. Hubungkait anyaman kata tidak tepat, tidak nyambung. Menulis bukan sekadar menjejar kata-kata. Sebab, setiap kata mengandung makna, berupa konsep. Lebih ruwet, dan karena itu membuat pusing, manakala seseorang menulis, konsepnya tidak jelas, logikanya jongkok. Kalau untuk hiburan, bagus membaca tulisan sedemikian. Tidak semua hal, apalagi tulisan, disajikan dengan baik dan benar bukan?
Sebelum lebih dalam, apa sih logika? Secara sederhana, logika adalah ilmu menalar atau ilmu berpikir. Kehendaknya, agar berpikir dengan tepat. Tepat dalam artian, pikiran dioperasikan sesuai patokan-patokan sehingga logis. Apa dan bagaimana patokan-patokan berpikir? Pelajari logika.
Menulis pada dasarnya menuliskan diri, menuliskan pengetahuan sebagai gambaran berpikir. Tidak heran, para filosof menggambarkan sebagai aktivitas ‘berbicara dengan diri, berbicara batiniah’. Operasionalnya terpindai ketika mempertimbangkan sesuatu, merenungkan, menganalisis, mengajukan alasan-alasan pembenar, berargumen, menarik kesimpulan, hubungkait, dan seterusnya.
Mempertimbangkan misalnya, memerlukan pengetahuan atau ilmu tertentu. Menganalisis, memerlukan ‘pisau teori’, bukan sekadar memikir-mikir sesuai apa yang dipahami. Untuk itulah pembelajaran. Itulah manfaat kuliah, apakah S1, S2, atau S3. Kita belajar ilmu (pengetahuan) agar memahami dan dengan pengetahuan kita menulis. Tanpa pengetahuan menulis? Lucu saja begitu. Tanpa logika menulis? Lebih lucu.
Pesan tulisan ini manakala menulis tidak dapat tidak,  dituntut pengetahuan yang cukup dan pemakaian logika yang tepat. Ogah ah belajar atau mempelajari logika? Terserah saja. Untuk menulis sekadar menuangkan pikiran, membiasakan menulis, OK saja. Tetapi, kalau untuk meningkatkan kualitas tulisan, wajib hukumnya mempelajari logika. 
Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (5.5) Mengoperasikan Otak, Ilmu Menalar"

Post a Comment