Saturday 14 January 2017

Menulis (3.8) Mengenyahkan Alasan

BERKILAH. Sejak beberapa tahun belakangan saya mendedikasikan diri untuk sharing menulis. Tanpa meminta bayaran. Kalau ada yang mengirimi uang adalah rezeki tidak terduga, terima kasih. Semakin banyak yang ‘sukses’ semakin nyaman di rasa.
Alhamdulillah, puluhan pesharing yang berhasil menulis bukan sekadar untuk diposting di media online, di media cetak, tetapi menjadi buku. Kenapa berhasil? Yaps, karena melakukan menulis. Menundukkan diri, mengenyahkan malas membuang alasan. Melakukan menulis dengan serius.
Angkatan pertama, Syamsuwal Qomar, Rahayu Suciati, Hanna Fransiska, Rahmadona Fitria dan belasan lainnya. Awalnya diwajibkan menulis minimal satu tulisan sehari dan dalam sebulan menjadi buku. Angkatan berikutnya diperlonggar. Saya terkaget-kaget juga mereka mampu melalui masa-masa sulit menulis, melawan diri. Alhamdulillah buku-buku mereka sudah beredar. Bangga.
Lalu bagaimana dengan mereka yang gagal? Kesimpulan tentatif, tidak mampu me-manage diri, tidak berani istiqamah, tidak kuat belajar. Fasih beralasan. Raja Alasan, Ratu Berkilah. Beralasan sibuk, repot, atau apalah begitu. Padahal intinya tidak mampu me-menage diri. 
Tugas saya sebagai mahasiswa S3 tentu tidaklah kalah dengan mahasiswa S1 atau S2. Prinsipnya, mengerjakan tugas tidak dibumbui alasan. Dosen pemberi tugas mana peduli dengan alasan. Kalau tugas tidak diserahkan tidak lulus. Simpel. 
Pokoknya tugas selesai kalau tidak ya tidak lulus. Pasti. Karena dijadikan sesuatu yang pasti proses mengerjakan tugas bukan lagi menjadi beban, tetapi kesenangan. Visinya jelas, agar persyaratan terpenuhi dan lulus mata kuliah. Nyaman.
Jelas sudah, banyak orang apabila dipaksa kemampuan menulisnya sangat bagus. Contohnya mengerjakan tugas, dan mendapat penghargaan, lulus mata kuliah tertentu. Pertanyaan menggelitiknya: Setelah menjadi sarjana, magister atau doktor kenapa mandul menulis? Kesalahan pasti bukan pada pengetahuan, tetapi karena tidak mampu me-manage diri. Implikasinya kalau berkeinginan produktif menulis, paksa diri, lakukan menulisnya. 
Orang-orang beralasan karena tidak mampu me-manage diri, me-manage pikiran dan me-manage perasaan. Ketidakmampuan ditabalkan menjadi alasan. Biasanya ditandem dengan berkilah. Kilahan menguatkan alasan sehingga sasaran menulis menjadi kabur. Berkilah sebagai pembenaran alasan.
Saatnya alasan dan kilahan ditukar dengan menulis. Begitu alasan menggoda enyahkan. Ganti dengan memainkan jari-jari di tuts komputer. Berkilahnya dengan menulis. Istri berkilah karena melayani suami. Memangnya bersanggama sepanjang hari? Suami-istri haruslah saling melayani. Tetapi, tidak dijadikan alasan, bukan untuk berkilah. Setelah tugas selesai menulislah. Setelah mengantar anak menulislah. 
Kalau alasan yang dijadikan pegangan, waktu 15 menit untuk menulis akan susah didapatkan.  Apabila terbiasa, dalam 15 menit menulis, Insya Allah menjadi tulisan. Begitu mudahnya melakukan dibanding beralasan. Jadi, mari menulis, melakukan menulis. Tetapi, kalau memilih menjadi Raja Alasan, Ratu Berkilah silakan saja. Posisi nyaman bagi pemalas.
Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (3.8) Mengenyahkan Alasan"

Post a Comment