Sunday 15 January 2017

Menulis (5.4) Mempelajari Otak Memahami Pikiran

MINDSET. Ketika buku Mindset karya John Naisbitt digandrungi banyak orang, seseorang mendiskusikan karya futuris tersebut. Buku Change Your Mindset karya Carol S. Dweck dan buku sejenis belakangan digandrungi banyak orang. Tentunya agak kaget ketika nyerempet-nyerempet Lateral Thinking Edwar de Bono. Karena itu, tidak ada salahnya membaca buku terbitan KOMPAS, Memahami Otak, yang dieditori Jadma Taugada (2003).
Saya pikir, kalau belum membaca seksama tentang otak, bagusnya membaca buku popular seperti Membangunkan Raksasa Tidur karya Taufiq Pasiak. Kalau penasaran, silakan ’kubak’ otak dan pikiran melalui karya Tony Burzan seperti Use Your Head, The Speed Reading Book, Master Your Memory, Use Your Memory, The Mind Map Book. Percayalah, otak teramat penting, pikiran sangat mendasar dalam menjalani kehidupan. Menghapal kata-kata Rene Descartes, cogito ergo sum itu bagus, lebih bagus memahami milik kita paling berharga, otak (pikiran).
Mempelajari dan memahami otak, apalagi memelihara, menjaga kesehatan otak, sungguh sangat penting. Tidak heran, Kenneth Giuffre dan Therea Foy Digerenimo melejitkan buku, The Care and Feeding Your Brain. Wuih, tidak dapat tidak, sekalipun baru memiliki dan membaca beberapa buku, semakin sadar: Allahu Akbar. Betapa tidak puluhan kali Allah SWT, di ujung-ujung ayat Al-Qur’an ‘memperingatkan’: Afala taqqilun, afala tatafarrakun.
Membaca perihal otak dan mendiskusikan dengan seorang teman yang bergelar doktor, saya memprotes, betapa lebay-nya bangun sistem pendidikan Indonesia, mempelajari pengetahuan, tetapi tidak ada pembelajaran tentang otak (dan pikiran) secara ekplisit. Saya marah besar, ketika di program studi, mata kuliah Logika bukannya dikembangkan, tetapi dihapus. Entah apa pertimbangannya. 
Otak yang begitu penting sebagai ‘sarang’ pikiran luput dari pendidikan formal. Kenapa pendidikan begitu berpengaruh terhadap ‘jalan hidup’ seseorang? Pendidikan memberdayakan pikiran dan dengan pikiranlah kita belajar dan mempelajari segala hal. Dalam perspektif agama tentunya berlandaskan iman, keimanan. Masih ingat kata-kata Einstein: Agama tanpa ilmu buta. Ilmu tanpa agama lumpuh?
Apa kaitannya dengan menulis? Masih ingat kata-kata saya: jangan memikirkan apa yang akan ditulis, tulislah apa yang ada di pikiran. Yaps, kita berkutat di wilayah otak pada ranah pemikiran. Menggunakan, memanfaatkan, menuliskan apa yang ada di pikiran.
Ada yang dengan hebatnya, berpikir dan mempertontonkan pikirannya dengan berbicara menggebu-gebu atau menulis bak ‘jago pena’, eit isian apa yang dibicarakan atau ditulis, gimana gitu. Merasa telah menulis serius, menggunakan waktu berlama-lama, fokus sampai tidak tidur, tulisannya hambar?
Dengan kata lain, dalam rangka menulis, apalagi dalam upaya meningkatkan kualitas tulisan pelajari otak dan pikiran. Memang, secara implisit ketika membaca, saat belajar, kita mencerna dalam artian mempelajarinya, sebab muatannya adalah hasil ‘pekerjaan’ otak dan pikiran. Tetapi, mempelajari secara khusus tentulah lebih memberikan dasar kuat tersebab kita memahami alpha-bethanya.
Menurut analisis saya ...  tulisan mereka yang mempelajari secara mendalam apa itu otak, apa itu pikiran, bagaimana mengoperasikannya secara benar, misalnya dengan menerapkan logika yang benar, berbeda dengan yang sekadar menulis. Bisakah, atau mungkinkah  kualitas tulisan baik tanpa mempelajari otak dan pikiran?
Bisa. Kenapa tidak. Ibaratnya, diperlukan waktu yang lama, durasi pembelajaran menjadi sangat panjang. Seorang penjual goreng pisang tanpa mempelajari apa itu pisang secara formal, bagaimana cara menggoreng yang baik, dan bla-bla ternyata pisang gorengannya uenak tenan. Apa sebab? Melakukan. Belajar dari pengalaman.
Mempelajari otak dan sistem pikiran dalam arti melejitkan kemampuan menulis berarti merambah wilayah peningkatan kualitas tulisan. Untuk sekadar menulis? Tidak usahlah itu. Tetapi, kalau tidak mau mempelajari otak memahami pikiran, tulisan akan begitu-begitu saja alias kualitasnya susah dilejitkan. 
Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (5.4) Mempelajari Otak Memahami Pikiran"

Post a Comment