Saturday 7 January 2017

Menulis (2.2) Otak Yang Mengagumkan

MEMBAYANGKAN. Jujur saja, dulu saya pengagum berat Brooke Shields. Heran juga. Kalau Brooke Shields tahu, dia bisa marah, masyak orang seperti saya mengaguminya, dan ini yang tidak rasional, berani membayangkannya sebagai pacar. Tidak tahu diri. Tetapi, bagi dunia otak hal biasa saja. Impian, fantasi, imajinasi, illusi, atau apa pun istilahnya, kalau diceritakan kepada teman-teman, bukan tidak mungkin ditertawakan sembari dianggap telah ‘miring’. Tetapi tidak bagi otak. Maksudnya?
Bercinta dengan Brooke Sheilds. Duh, asyiknya. Tidak usahlah didiskusikan. Alam otak lebih hebat dari alam nyata. Ketika making love yang ternyaman ‘burung’ atau pikiran dan rasa? Dalam kehidupan, banyak persoalan yang tidak bisa diselesaikan, hanya dapat diselesaikan di tataran otak. Dunia otak memang tidak harus sama dan sebangun dengan dunia nyata. Dua hal yang berbeda sekalipun bisa saling berkaitan.
Hitungan sederhananya, bermasalah di dunia nyata, tetapi tidak di dunia otak, jauh lebih baik dari bermasalah di dunia nyata, lebih bermasalah di dunia pikiran. Atau lebih celaka, pada kenyataan biasa-biasa saja, namun ketika dipikirkan justru bermasalah. Menanam masalah di otak.
Bisa jadi kita berdebat, bahwa bukan pikiran yang menjadikan nikmat, tetapi rasa, alam perasaan. Baiklah. Setidaknya, dari pikiran hal tersebut muncul yang disambut alam rasa. Pada tingkat tinggi rasa adalah puncak segalanya. Konon, rata-rata masakan olahan para koki di Barat, dihitung tingkat higienis dan takaran gizinya, tetapi Sampeyan pefanatik masakan Padang. Nyaman di lidah, nyaman ketika disalurkan ke lambung. Puas.

Menulis, dalam konteks ini, setidaknya merupakan ladang bagi kenyamanan. Apa-apa yang dipikirkan, terpikirkan, menjadi obsesi kehidupan, akan terpuaskan di ranah pikiran. Berpikir kenikmatan kehidupan. Manakala ditulis menjadi sumber kenikmatan. Nyaman dan menyamankan. Dengan kata lain, bilamana berhasil memenej kenikmatan di otak, bila ditulis akan lebih nikmat. Bisa jadi apa yang ditulis bertolak belakang dengan kenyataan. 
Bukankah ketika kita membaca novel atau menikmati film yang terpuaskan alam pikiran dan rasa? Namanya saja kisah fiktif. Banyak orang terlalu mengagungkan realitas. Tetapi, dunia kita bukan hanya dunia nyata, otak kita lebih berfungsi untuk yang abstrak. Dunia abstrak lebih luas, lebih rumit, lebih komplit, dan itu kita miliki, dunia otak.  
Implikasinya, manakala menguasai dunia otak kita dengan mudah menuliskannya (mengetik). Karena itulah pada hakikatnya menulis merealisasikan pikiran dalam bentuk kalimat-kalimat mensasar pikiran dan perasaan. Pikiran kita yang abstrak, perasaan kita yang abstrak dijadikan tulisan yang konkret dalam arti dapat dicapai pancaindra mata. Tetapi, harus diingat, kata-kata dalam kalimat tetaplah bermuatan konsep-konsep abstrak.
Dengan begitu, menulis berarti menuliskan pikiran. Pikiran adalah milik khas setiap orang karena memang masukan, isinya berbeda satu dengan lainnya. Menariknya, ‘kedewasaan’ atau tingkat berpikir seseorang tidaklah statis. Apabila Sampeyan mencermati buku-buku saya, penyajiannya, awalnya rada nakal-nakal genit, dan kemudian, genrenya berbeda. Muatan filsafat dan isian-isian makna keagamaannya lebih kentara.
Otak tidak saja sekadar menginput atau memproses, tetapi juga beranjak sesuai tingkat pengetahuan, pengalaman dan ketajaman berpikir. Atau, dapat pula sebaliknya. Dulu, tulisan tajam dan membumi, kini letoy, tidak bertenaga. Pikiran adalah inti diri dari seseorang.
Kesemua itu dikendalikan otak. Otak yang melintasi dunia abstrak menyeberangi dunia nyata tanpa batas. Masih ingat makian tentang otak udang? Apabila seseorang marah kepada seseorang karena lambat mengerti, susah memahami, dimaki: “Dasar otakmu otak udang”. Apa pasal?
Satu-satunya makhluk ciptaan Allah SWT —setidaknya hanya itu yang saya ketahui— muatan otaknya tahi adalah udang. Artinya, jaringan neuron tidak diaktifkan, tidak digunakan. Manakala seseorang tidak mengaktifkan otaknya mustahil dia mampu menulis. Sekali lagi ingat, menulis menyalin pikiran, menuangkan pikiran dalam bentuk kata-kata dari otak yang mengagumkan. Selamat menulis.
Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (2.2) Otak Yang Mengagumkan"

Post a Comment