Saturday 14 January 2017

Menulis (4.2) Akselerasi Menulis

QUANTUM. Menulis sangat mudah. Kalau ingin menulis, tulis saja. Kalau belum lancar, terus menulis, lama-lama terbiasa. Kalau sudah terbiasa, pasti lancar he he. Intinya, lakukan. Jangan akan. Akan, menulis anu, dan anu. Tulis. Tulis apa yang hendak ditulis. Pasti menjadi tulisan.
Masih ingat karya Bobbi DePorter, Quantum Learning, Quantum Teaching, Quantum Business atau karya Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, Accelerated learning for The 21st Century. Atau buku Adi. W. Gunawan, Genius Learning Strategy. Buku-buku tersebut sangat bagus untuk memahami akselerasi pembelajaran. Saya ‘memodifikasi’ dalam pemanfaatan menulis. Pikiran dan ide mereka lebih kepada metode bagaimana pembelajaran dengan mengembangkan potensi. Saya sampai pada penemuan cara sederhana menulis, dengan banyak membaca dan melakukan menulis. Apa hubungkaitnya? Apakah menulis seserius itu?
Apabila kita membaca, konon begitu kata para neurolog, sambungan saraf-saraf otak bersangkutkait. Jalan berkoneksinya menjadi pendek, dan sel-sel baru muncul, mengembang, terbarui. Kalau tidak digunakan, sel-sel saraf akan mati. Apabila kita membaca buku standar tentang seks begitu membaca buku sejenisnya akan mudah karena tidak perlu membaca yang telah dipahami. Semakin banyak membaca buku, semakin sedikit yang kita baca. Sebab, informasi terbaru saja yang perlu direkam.
Konon, jaringan saraf bak jalan hutan belantara. Kalau kita berangkat dari satu titik ke titik lain, pada awalnya bisa menyasar ke sana ke mari. Manakala sering melakukannya, semua permukaan adalah jalan itu sendiri. Tidak usah merintis lagi. Berangkat dari satu titik ke titik tujuan tanpa perlu mencari jalan. Saya teringat buku Jerome S. Brumer, Process of Education. Disitu disulut reflective thinking.
Kalau penasaran silakan dicek misalnya pada karya Isaac Asimov, Human Brain: Its Capacities and Functions. Saya terperangah dengan dunia otak. Lebih seru serial karya pakar pikiran Tony dan Barry Buzan penulis buku terkenal, The Mind Map Book. Kalau mau yang menggoda, baca karya Bertrand Russell, Mind Power. Ada puluhan buku perihal mind.
Seperti juga membaca, menulis pun demikian. Pertama kali memulai, menulis mungkin agak sulit. Apabila terus dilakukan, sel-sel saraf seputarnya akan berkembang, atau setidaknya berkoneksi lebih lancar. Kalau sampai tingkat reflektif, bisa jadi tidak memerlukan ‘berpikir’ lagi. Otomatis begitu. Meminjam judul lagu Titi Kamal menjadi, mendadak menulis. Kenapa?
Saraf-saraf mengembang. Saya pernah dipandangi ibu-ibu ketika mencontohkan. Ibu-ibu yang suka marah pada anaknya lama-lama kadarnya membubung. Sampai dia tidak tahu lagi bahwa dia marah. Menjadi kesatuan dengan dirinya. Kalau tidak marah, bisa sakit tu. Banyak ibu-ibu, sadar atau tidak, mengembangsuburkan sifat marah. Jahiliyahnya pula anaknya dijadikan sasaran. Ibu yang tidak memahami hakikat pendidikan. Marah membunuh potensi anak.
Begitulah menulis. Kita menyimpan kosakata, dan jutaan konsep. Tiap hari membaca, melihat, mendengar, meraba, dan memahami banyak hal. Dari yang tidak diinginkan sampai yang dimaui, terekam di memori. Mengeluarkan, memformulasikan ‘punya’ kita dalam kesatuan tulisan kenapa dipersulit? Yang diperlukan hanya latihan dengan menulis, menulis, dan terus menulis.
Bagi saya, memotivasi dan memacu akselerasi menulis ya dengan menulis, menulis dan terus menulis. Kalau waktu dihabiskan belajar teori, teori, dan teori, ntar jadi ahli teori doang. Lalu, kapan menulisnya? Teori bagus, namun kita memerlukan tulisan. Teori untuk membantu menulis, bukan? Jadi, harus pandai membedakan mana hulu mana hilir.
Mengakhiri tulisan ini saya teringat buku The Divine of The DNA, karya Kazuo Murakami dan karya John C. Advise, The Genetic Gods. Saya suka mengutip karya dua pakar DNA tersebut. Intinya, tubuh kita dibangun atas triliunan DNA. Tinggal maunya kita saja mau me-on-kan (DNA) menulis atau me-off-kan. Terserah masing-masing memang.
Begitu juga untuk kasih, sayang, benci, dengki, atau bersemangat atau berloyo-loyo. Pilih tombol on atau off. Tepatnya, mari tekan tombol akselerasi menulis. Akselerasi menulis dimungkinkan manakala neuron diaktifkan, DNA dijagakan, dan tangan dilincahkan mengetiktuangkan pikiran. Akselerasi dengan membiasakan menulis.
Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (4.2) Akselerasi Menulis"

Post a Comment