Wednesday 7 December 2016

Menulis (4.4): Witing Tresna Jalaran Saka Kulina

Diah Atika Pramono
Mahasiswa Jurusan Manajemen UIN Malang
“Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah”
(Pramoedya Ananta Toer)
BANYAK orang yang mengaku tidak bisa menulis. Mereka berdalih bahwa menulis itu sangat sulit, menulis itu sebuah bakat dan tidak sembarang orang bisa melakukannya dengan mudah. Banyak alasan yang mereka lontarkan, diantaranya, menulis membutuhkan keterampilan khusus, menyita waktu, dan tidak mempunyai banyak waktu untuk menulis. Mereka terlalu sibuk dengan urusan-urusan yang menurutnya lebih bermanfaat daripada menulis.

Menulis itu bukan bakat, melainkan minat. Itu yang pernah saya baca dari status teman Facebook yang sangat gemar membaca dan menulis. Saya mengiyakan pendapatnya dan menanamkannya dalam prinsip hidup. Iya, menulis itu minat, bukan masalah bakat. Saya sudah membuktikannya. Dengan kesungguhan dan kesabaran dalam melalui setiap prosesnya, Insya Allah, kita akan berjodoh dengan apa yang telah kita cita-citakan. Kuncinya istiqomah.


Begitu juga dengan awal perjalanan saya sebagai pemula dalam dunia literasi. Sebagai pemula, saya masih sering mengalami kesulitan dalam menulis. Saya memutuskan untuk mulai menulis saat di bangku SMA, pada masa akhir pendidikan SMA. Saya mengenal dunia literasi pada usia yang tidak lagi muda. Dengan istiqomah dan pantang menyerah, alhamdulillah, tulisan-tulisan saya pun menemui jodohnya masing-masing. Di bulan Juni yang lalu, tulisan saya terpilih dan terbit menjadi sebuah antologi kisah inspiratif. Kali ini tulisan saya pun sudah diterbitkan oleh penerbit mayor, jadi kalian bisa menemukannya di Gramedia seluruh Indonesia. Hehe, numpang promosi.

Kembali ke topik pembahasan. Bagaimana dengan mengatasi kesulitan menulis? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang kerap kali diajukan oleh para peserta diskusi atau pun seminar kepenulisan. Saya sudah pernah menyaksikannya di banyak acara. Pertanyaan lumrah yang jawabannya pun tidak pernah jauh berbeda. Tergantung dari pengalaman pemateri sebagai nara sumber.

Jawaban yang sering saya dengar untuk model pertanyaan di atas adalah kita harus membiasakan menulis. Diwaktu senggang, disela-sela kesibukan, di tempat yang nyaman atau pun tidak nyaman, dan intinya, kata Pak EWA tempo hari, kita harus terbiasa menulis dimana saja dan dalam kondisi apapun. Berlatih dan terus berlatih. Jangan pernah menyerah dengan keadaan.

Sebanyak apapun diskusi atau seminar kepenulisan yang kita ikuti, tanpa disertai dengan action dari diri kita sendiri, maka semuanya akan sia-sia belaka. Teori-teori yang kita dapatkan selama mengikuti acara tersebut akan menguap begitu saja. Tentu, dan hal semacam ini pasti sering terjadi pada penulis pemula seperti saya. Mereka begitu bersemangat untuk mengikuti berbagai diskusi dan seminar, namun setelah acara berakhir, semangat mereka pun pudar kembali.

Ada berbagai sebab yang membuat kita kesulitan saat menulis. Pertama, kita kekurangan banyak informasi untuk mengembangkan sebuah ide yang sedang kita garap. Ketika sudah mulai menulis, sering kali kita berhenti di tengah jalan karena kehabisan informasi untuk pengembangan ide. Jalan keluarnya adalah dengan rajin membaca dan mengumpulkan informasi.

Misalnya, kita ingin membuat sebuah cerita dengan setting di Eropa. Padahal kita tidak pernah pergi ke Eropa dan banyak yang belum kita ketahui. Penyelesaiannya, kita bisa membaca berbagai buku yang menceritakan tentang seluk-beluk Eropa, mulai dari negara yang akan kita jadikan latar, suasananya bagaimana, kondisi sekitarnya seperti apa, dan bagaimana pula sosial budaya di sana. Kita bisa mencari informasi dengan membaca atau pun browsing, tidak harus terjun ke lokasi jika memang dirasa tidak memungkinkan.

Satu lagi yang bisa kita lakukan adalah dengan meminjam mata dan telinga seseorang yang pernah berhijrah ke sana untuk dijadikan sebagai sumber. Gampang, kan!

Kedua, kita sering kehabisan kosakata dalam menulis. Ya, kita cenderung menginginkan bahasa yang terkesan indah, padahal kemampuan kita belum mencapai taraf tersebut. Sering juga kita merasa kesulitan dalam merangkai kata. Merangkai satu kalimat saja sudah sangat susah. Apalagi membuat satu paragraf. Itu kendala yang sering juga dialami saat ingin menuntaskan sebuah tulisan. Jadi, seperti masalah yang pertama, kesulitan ini pun bisa diatasi dengan membaca. Ya, kita harus rajin-rajin membaca. Membaca, membaca dan membaca. Pelajari kosakata-kosakata yang berkaitan dengan topik atau ide tulisan kalian. So, action now!

Ketiga, alasan yang selalu diulang-ulang di setiap sesi tanya-jawab pada saat seminar atau diskusi adalah kehabisan ide. Sesungguhnya, alasan itu benar-benar tidak bisa diterima. Ide bisa didapatkan dimana saja dan kapan saja. Duduknya kalian pun bisa menjadi sebuah ide. Itu kata ustazah saya sewaktu kami berbincang masalah kepenulisan. Ya, semuanya bisa diolah menjadi ide. Peka terhadap fenomena sekitar adalah salah satu cara untuk merangsang ide.

Keempat, masalah mood yang sering kali tidak bersahabat. Sebagian dari kita selalu menyalahkan mood yang menyebabkan kita tidak menyelesaikan tulisan. Tulisan jadi sering kali terbengkalai. Kalau mood sedang tidak baik, kita selalu mengilah dengan berkata, “Duh, mood gue lagi jelek nih. Jadi nggak bisa nulis. Ntar tulisan gue jadi jelek juga.” Sekali kali, kata Pak EWA, kita harus terbiasa menulis dalam keadaan apapun. Ya, dalam tekanan apapun.

Kalian pernah menyaksikan bagaimana seorang jurnalis menuliskan laporan beritanya? Ya, mereka selalu bekerja dibawah tekanan. Harus dikejar deadline, sekarang liputan dan nanti siang laporannya sudah harus jadi, diserahkan ke redaksi, diedit, dan akhirnya menjadi berita. Pernah membayangkan bagaimana sibuknya seperti mereka? Mereka tidak boleh membawa mood dalam pekerjaan mereka.
Dunia jurnalistik membutuhkan mereka yang benar-benar siap siaga dalam kondisi apapun. Jika mereka mengandalkan mood dan menurutinya, sudah barang pasti laporan yang menjadi tuntutan pekerjaan tidak akan terselesaikan. Jadi, masihkah kita bergantung dengan mood?

Sebagai pemula, cara paling ampuh untuk mengatasi kesulitan saat menulis adalah dengan tetap menulis. “Jangan pernah tidak menyelesaikan tulisanmu!” Sebagian besar dari kita selalu menggampangkan hal ini. Kita bisa membuat reward and punishment untuk segala pencapaian kita dalam menulis.

Tetap pacu semangat! Dengan membaca, kita bisa menjelajahi dunia. Dengan menulis, kita bisa membangun peradaban. Witing Tresna Jalaran Saka Kulina. Kita suka karena terbiasa. Begitu juga dengan menulis. Dengan terbiasa menulis, kita akan jatuh cinta padanya. Mari menulis! Jangan sia-siakan masa mudamu!
Menulis itu mudah.

Share this

0 Comment to "Menulis (4.4): Witing Tresna Jalaran Saka Kulina"

Post a Comment