Thursday 15 December 2016

Menulis (3.3): Menakar Ide

Ersis Warmansyah Abbas

SETIAP hari ide menyinggahi batok kepala. Selama pikiran mampu bekerja, selama alat indra masih berfungsi, ide akan menyapa. Para pembohonglah yang bersikukuh tidak punya ide apa pun. Ide adalah apa yang dikonstruksikan di pikiran.

Melihat air got mampet, air tumpah ruah merendam jalan, pikiran terpantik, perasaan tergugah, hmm kalau sampah-sampah penyumpat dibuang, selamat tinggal genangan banjir. Membersihkan got? Tunggu dulu. Jangankan membersihkan got, membersihkan kuping atau lubang hidung saja enggan. Jarang orang yang mau mengerjakan hal sedemikian. Paling-paling mengeluh. Ide membersihkan got berdasarkan pertimbangan ini-itu diabaikan.

Seseorang begitu terkesan menonton film 2012. Apalagi, ada ‘promosi gratis’ MUI yang menjadikan semangat semakin menggebu. Padahal, tidak lebih tidak kurang, tipuan olahan studio, utak-atik komputer belaka. Sepanjang perjalanan pulang terkonstruksi di otak. Istilah saya, menulis di otak.

Begitu sampai di rumah, desktop diaktifkan. Menulis dimulai. Film tersebut menusuk nyali. Alinea pertama dan kedua selesai. Ketika mau menulis, baru sadar bahwa sutradranya telah membuat beberapa film sejenis sebelumnya.

Ketika mau mengetik Kalender Maya, jangankan penanggalannya, suku Maya itu berkehidupan dimana tidak tahu. Paman Google disapa. Dapat secuil informasi. Lalu, pikiran tertarik pada benturan planet, atau katakanlah meteor ‘pencium’ bumi.

Pengetahuan tentang astronomi cekak. Menikmati kesibukan orang-orang Bule menyiapkan “Kapal Nabi Nuh” pengetahuan tentang itu tidak memadai. Yaps, tangan letoy, pikiran mandek, tulisan baru dua alinea. Ejakulasi Dini Menulis.

Siapa pun tidak mampu merealisasikan pantikan ide menulis kalau pengetahuannya tidak cukup. Manusia bukanlah Nabi Adam atau Rasulullah yang pengetahuannya diinstal Allah SWT. Manusia mencari pengetahuannya. Hanya para pelamun, tanpa bekingan pengetahuan di memori otaknya, mampu menulis tentang hal hebat yang dia tidak paham.

Hal senada sama dengan orang, yang ketika berniat menulis novel, berlagak bak Andrea Hirata. Kehebatan Andrea atau Chekov dimamahnya. Dia merasa sehebat pengarang genius tersebut. Kalau ada orang yang baru menulis tersendat-sendat, ditembaknya dengan karya penulis hebat tersebut. Sampai mati pun dia tidak akan menghasilkan karya. Menulis bukan kapling pemimpi, menulis melakukan. Karena itu, kembangkan ide, bangun ide sesuai kemampuan diri.

Itulah sebabnya, bagi pemula, saya menekankan, kembangkan ide, bangun ide, sesuai kemampuan diri. Dalam bahasa sederhana, tulislah hal-hal sederhana yang dikuasai.
Kita tidak kekurangan ide. Yang kurang, maunya kita hebat-hebat, yang spektakular. Bagaimana katak mau menyeberangi samudera Atlantik kalau tidak pernah ke luar tempurung kehidupannya. Aya-aya wae.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (3.3): Menakar Ide"

Post a Comment