Thursday 15 December 2016

Menulis (3.6): Merealisasikan Ide

Ersis Warmansyah Abbas

IDE, dalam pengertian umum, dalam menulis, pantikan pikiran yang dikonstruk di otak untuk diketik menjadi tulisan. Tulisan secara ringkas dipahami sebagai penuangan pikiran. Ide, sehebat apa pun, kalau tidak ditulis tetaplah menjadi ide. Dalam kalimat lain, menjadi lamunan atau imajinasi belaka. Ide ranah abstrak tulisan ranah konkret.

Ide bisa datang dari pikiran, respon atas tangkapan indra, dapat pula datang dari orang lain, atau kolaborasi interaksi. Tidak penting ide dalam memenuhi kemauan individual, bersama, pesanan, atau gabungan semuanya.

Saat menulis tulisan ini, Abdurrahman Hakim dan Syamsuwal Qomar sedang merealisasikan ide menulis. Hakim memasukkan foto pada naskah buku perjalanan seseorang dalam kiprahnya sebagai pejabat, sementara Qomar menyusun buku sejarah perusahaan suatu daerah. Kedua proyek harus diselesaikan akhir tahun ini. Begitulah kami merealisasikan ide menulis, sekaligus mencari nafkah. Tiap tahun kami merealisasikan ide berbau proyek.

Kedua buku bermula dari ide berbeda. Buku pertama, berawal ketika suatu instansi menyusun buku, saya diminta mengedit. Hasilnya, membuat baru. Buku kedua, bermula melalui FB dimana diminta menuliskan sejarah perusahaan sukses yang dalam levelnya berkembang luar biasa. Tentu saja diterima dengan senang hati. Sumber finansial.

Setelah bahan-bahan didapat, tibalah saatnya menuliskannya. Karena saya sekolah di Bandung ada pantikan ide, ‘anak-anak’ ke Bandung. Menuliskan sejarah penelitian satu kabupaten, kami juga telah menuliskannya di Bandung. Kini satu tim sedang melengkapi bahan akhir.

Sebenarnya saya kasihan karena mereka menerbitkan Bandjarbaroe Post. Tahun depan, mengurangi menulis atas ‘ide pesanan’. Pekerjaan yang diterima yang bisa mereka tuntaskan. Dari mana datangnya ide menulis di Bandung? Apabila ada tuntutan penyelesaian pekerjaan, ide langsung bergabung. Hal paling berat, merealisasikannya. Karena itulah, untuk lingkungan dalam saya tidak menanamkan ‘Teori Menulis’, tapi melakukan.

Ketika melakukan itulah teori didalami. Hasilnya? Tulisan. Akan berbeda kalau memperdalam teori sementara menulisnya kapan-kapan he he. Pada tahap awal, diharamkan menilai karya orang, juga berdebat. Menulis melakukan.

Yaps, ide menulis di Bandung ternyata menambah amunisi. Anak-anak bisa rehat, berwisata, sekalian menyelesaikan pekerjaan. Soal biaya lebih mahal, itu soal lain.
Dengan kata lain, ide menulis mustahil mandek. Yang mandek adalah kemampuan menulis. Yang terakhir mengatasinya, hanya dengan satu cara, melakukan. Ya, menuliskan ide. Berani?

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (3.6): Merealisasikan Ide"

Post a Comment