Ersis Warmansyah Abbas
BAGAIMANA sikap kita menghadapi tugas? Banyak cara. Dalam kaitan menulis, sebaiknya dilakukan dengan senang, riang gembira. Setidaknya, berusaha menyenanginya. Cara lain? Tidak usah dipikirkan. Sebab, tugas adalah kewajiban yang harus dilakukan. Titik.
Prinsip tersebut memang tidak bisa diamini semua orang. Ada seorang
yang sharing menulis ketika diberi ‘tugas’ menulis minimal satu tulisan
dalam sehari, selama satu bulan tidak boleh abai, marah-marah ketika
dicoret sebagai anggota sharing. Apa pasal?
Pada hari ke lima dia tidak menyerahkan tulisan, yang harus
dikoreksi, dan tentu diperbaiki, dengan alasan ini-itu. Yang saya
perlukan tulisan terbarunya untuk dikoreksi, bukan alasan. Ketika
‘diceramahi’, ya itu tadi, dia marah.
Saya tidak dapat berbuat apa-apa. Yang hendak sharing menulis dia,
saya dapat tambahan kerja, gratis pula. Kok dia yang marah. Belakangan
malah menjelek-jelekkan. Bagi saya aneh saja begitu.
Menulis, dalam arti melakukan, sejatinya pekerjaan mandiri, pekerjaan
merdeka. Kalau lagi mau menulis, ya menulis saja. Bebas. Kalau lagi
enggan, jangan diakukan. Tetapi, kalau sharing, apalagi ikut pelatihan,
lain lagi ceritanya. Lagi pula, siapa yang memaksa ikut? Diri sendiri.
Ya, harus ikut aturan.
Saat ini beban kerja menulis pada puncaknya. Ya, tugas kuliah, tugas
menulis kontrak, dan ‘ambisi’ memenuhi persiapan buku. Ibarat kata,
siang-malam menulis melulu.
Dari pagi, memahami buku Comparative Research: Approaches and Methods
yang dieditori Mark, Bon Adamson dan Mar Mason, terbitkan Comparative
Education Research Centre, The University of Hongkong, 2007. Buku
setebal 443 halaman merupakan kumpulan 16 (enam belas) artikel yang
menyajikan berbagai artikel sesuai keahlian masing-masing penulis dari
studi yang mereka lakukan. Berat memang.
Alhamdulilah, karena tugas dilakukan. Saya punya target, subuh nanti
selesai. Besok membuat power point untuk dipresentasikan hari Sabtu.
Lelah, capek, bosan, atau muak? Saya hanya ingin menyelesaikan.
Barangkali, menyenangi menulis, atau setidaknya berusaha menyenangi
tugas itulah yang menyelamatkan. Begitulah mahasiswa. Kalau tidak
dilakukan, yang rugi diri sendiri. Lagi pula ini ‘pelatihan’.
Latihan membaca, memahami; meringkas, mengolah, menganalisis, dan
berujung mempresentasikan. Menulis itu belajar, membelajarkan diri. Itu
kata kucinya.
Dengan kata lain, melatih menulis dengan menulis. Mencintai tugas bisa
jadi berarti mencintai diri. Mengeluh atau beralasan barangkali tidak
cocok bagi yang berkeinginan menulis. Senangi. Nyamankan.
Bagaimana menurut Sampeyan?
0 Comment to "Menulis (6.6): Menulis Menikmati Tugas"
Post a Comment