Saturday 17 December 2016

Menulis (6.6): Menulis Menikmati Tugas

Ersis Warmansyah Abbas
BAGAIMANA sikap kita menghadapi tugas? Banyak cara. Dalam kaitan menulis, sebaiknya dilakukan dengan senang, riang gembira. Setidaknya, berusaha menyenanginya. Cara lain? Tidak usah dipikirkan. Sebab, tugas adalah kewajiban yang harus dilakukan. Titik.
Prinsip tersebut memang tidak bisa diamini semua orang. Ada seorang yang sharing menulis ketika diberi ‘tugas’ menulis minimal satu tulisan dalam sehari, selama satu bulan tidak boleh abai, marah-marah ketika dicoret sebagai anggota sharing. Apa pasal?

Pada hari ke lima dia tidak menyerahkan tulisan, yang harus dikoreksi, dan tentu diperbaiki, dengan alasan ini-itu. Yang saya perlukan tulisan terbarunya untuk dikoreksi, bukan alasan. Ketika ‘diceramahi’, ya itu tadi, dia marah.

Saya tidak dapat berbuat apa-apa. Yang hendak sharing menulis dia, saya dapat tambahan kerja, gratis pula. Kok dia yang marah. Belakangan malah menjelek-jelekkan. Bagi saya aneh saja begitu.

Menulis, dalam arti melakukan, sejatinya pekerjaan mandiri, pekerjaan merdeka. Kalau lagi mau menulis, ya menulis saja. Bebas. Kalau lagi enggan, jangan diakukan. Tetapi, kalau sharing, apalagi ikut pelatihan, lain lagi ceritanya. Lagi pula, siapa yang memaksa ikut? Diri sendiri. Ya, harus ikut aturan.

Saat ini beban kerja menulis pada puncaknya. Ya, tugas kuliah, tugas menulis kontrak, dan ‘ambisi’ memenuhi persiapan buku. Ibarat kata, siang-malam menulis melulu.
 
Dari pagi, memahami buku Comparative Research: Approaches and Methods yang dieditori Mark, Bon Adamson dan Mar Mason, terbitkan Comparative Education Research Centre, The University of Hongkong, 2007. Buku setebal 443 halaman merupakan kumpulan 16 (enam belas) artikel yang menyajikan berbagai artikel sesuai keahlian masing-masing penulis dari studi yang mereka lakukan. Berat memang.

Alhamdulilah, karena tugas dilakukan. Saya punya target, subuh nanti selesai. Besok membuat power point untuk dipresentasikan hari Sabtu. Lelah, capek, bosan, atau muak? Saya hanya ingin menyelesaikan.

Barangkali, menyenangi menulis, atau setidaknya berusaha menyenangi tugas itulah yang menyelamatkan. Begitulah mahasiswa. Kalau tidak dilakukan, yang rugi diri sendiri. Lagi pula ini ‘pelatihan’.

Latihan membaca, memahami; meringkas, mengolah, menganalisis, dan berujung mempresentasikan. Menulis itu belajar, membelajarkan diri. Itu kata kucinya.
 
Dengan kata lain, melatih menulis dengan menulis. Mencintai tugas bisa jadi berarti mencintai diri. Mengeluh atau beralasan barangkali tidak cocok bagi yang berkeinginan menulis. Senangi. Nyamankan.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (6.6): Menulis Menikmati Tugas"

Post a Comment