Erry Damajanti
GPM Bandung
GPM Bandung
BAGI saya, menulis merupakan aktivitas mengasyikan dan telah menjadi
kebutuhan untuk menuangkan apa yang ada di otak. Hal menyenangkan,
menyedihkan, yang membuat galau, yang diinginkan, atau apa pun yang ada
pada diri, yang dirasa pancaindra dituangkan dalam kata-kata. Manakala
karena kondisi tertentu tidak mampu diungkapkan melalui lisan, maka
disalurkan melalui cerita, tanpa menuliskannya.
Artinya, menulis merupakan lakuan menkongkretkan ide, gagasan,
kesenangan atau kesusahan, kegembiraan atau kegalauan yang menjadikan
perasaan dan pikiran lega. Ya, bila susah menuliskan sesuatu, ya
dibicarakan, katakanlah semacam curahan hati (curhat). Kalau curhat yang
dibicarakan dengan orang-tua atau teman tidak memungkinkan, andalan
dengan menuliskannya di diary. Diary adalah ladang curhat paling
menyenangkan yang mana kita dapat menuliskan apa saja.
Begitulah, awalnya saya menyalurkan kegemaran menulis dengan
menuliskan apa yang dirasakan dan dipikirkan ke dalam diary untuk
konsumsi pribadi. Diary sebagai sarana curhat teramat pribadi, karena
takut kalau dibaca orang lain. Hal-hal yang dicurhatkan adakalanya
memakai sandi yang menunjuk kepada sesuatu, hal-hal tertentu. Jadi, apa
pun yang ditulis tidak akan diketahui orang lain.
Tetapi, sejak beberapa tahun yang lalu, ketika teknologi sudah maju
dan internet sudah membumi, hal tersebut berubah. Hal-hal yang selama
ditulis untuk keperluan pribadi, mendapat momen hebat, menuliskannya
untuk konsumsi umum. Disadari, apa yang kita pikirkan dan alami ternyata
bagus untuk sharing, berbagi.
Melalui kemajuan teknologi, khususnya dunia maya, saya berkenalan
dengan dunia tulis menulis. Melalui beberapa teman bloger, saya mengenal
Ersis Warmansyah Abbas dan tertular virus EWT, metoda yang membuat
penulis pemula seperti saya pede untuk menulis dan membangun keberanian
tulisan dibaca orang lain. Tepatnya, menulis bukan saja untuk diri
sendiri, tetapi berani untuk dibaca orang lain.
Alhamdulillah, saya membaca tulian Pak EWA melalui buku-buku beliau
tentang menulis yang saya istilahkan dengan “super”, seperti Gembira
Menulis, Suerr, Menulis itu Mudah, Menulis, Membangun Peradaban, dan
masih banyak lagi tema-tema motivasional yang membangkitkan gairah dan
keberanian menulis.
Suer, semangat terpompa dan perasaan terpanasi untuk terus menulis.
Kata kunci andalan Pak EWA, tidak heboh atau jelimet, tetapi sungguh
sederhana, menulis, menulis, dan menulis. Dari menulis kita belajar
menulis, melakukan menulis, hasilnya tulisan. Sungguh kata-kata ajaib
yang bagi saya harus dipatuhi dan direalisasikan.
Pengalaman yang paling berkesan dalam dunia tulis menulis ini adalah
ketika pada suatu hari saya memposting tulisan di facebook. Tanpa
diduga, sungguh saya tidak mimpi, saya mendapat SMS Pak EWA yang isinya
sungguh membuat saya sangat tersenang, surprise dan hidung serasa
terbang. Tidak banyak yang ditulis Pak EWA, hanya dua kata: ”Tulisannya
kerreeeeeeennn”. Waaawwww! Tulisan saya dikomentari Pak EWA.
Susah saya menggambarkan, maklum saya penulis pemula. Dikomentari
oleh orang yang selama ini saya jadikan guru secara diam-diam.
Akibatnya, semangat menulis saya langsung terbakar. Heran, saya mendapat
dorongan dahsyat untuk menulis, menulis, dan terus menulis.
Sekalipun memuji, selanjutnya Pak EWA tanpa ampun melayangkan
kritikan atas tulisan yang dibuat. Bukan untuk saya saja, tetapi kepada
puluhan kalaulah tidak ratusan teman-teman penulis pemula di dunia maya.
Sekalipun kalau dikritik bisa membuat patah semangat, ajaibnya yang
terbangun kebal kritik dalam artian, kritik dijadikan pelecut semangat
untuk menulis, menulis, dan terus menulis.
Menurut EWT, kritik membangun diperlukan, jangan pernah takut
dikritik. Yang utama, dari apa yang ditulis, dari kritikan, kita
memperbaiki tulisan. Ya, menulis itu sendiri ternyata pembelajaran.
Nasehat Pak EWA sebagai penulis kita menempatkan pujian atau kritikan
secara proporsional. Dan, berhati-hatilah dengan orang yang selalu
memuji atau memberi jempol apa yang kita tulis.
Karena itu saya tidak patah semangat atau kecewa, malah sebaliknya
berterima kasih, karena dengan demikian saya bisa mengetahui kelemahan
tulisan tersebut dan berusaha memperbaikinya pada tulisan berikutnya.
Setidaknya, bertekad tidak membuat kekeliruan yang sama, tidak
mengulangi kesalahan.
Hmm, hal-hal menyenangkan yang tiada terkira, saya mendapatkan
teman-teman baru di dunia maya yang mempunyai kegemaran menulis.
Terdorong keinginan mengasah kemampuan menulis saya bergabung ke Group
Persahabatan Menulis (GPM). Dalam kandungan GPM, bukan ilmu dan
kemampuan menulis saja yang diperdapat, saya mendapat saudara-saudara
baru yang, Alhamdulillah, menjadi ladang silaturahim baik di dunia maya
maupun di dunia nyata. Jarak ruang dan waktu bukan penghalang menjalin
persahabatan.
Anggota GPM yang tersebar di kota-kota di Indonesia dan mancanegara
seperti Taipeh, Hongkong, Singapura, Australia, Mesir, ampai Chile
menjadikan kegiatan GPM semakin seru. GPM menerbitkan buku-buku karya
anggotanya. Luar biasa.
Melalui buku terbitan GPM, akhirnya saya dapat membaca tulisan
sendiri di buku bersama. Walaupun belum berkesempatan membuat buku
sendiri, tetapi saya sangat senang bisa ikut berkontribusi di buku-buku
karya GPM. GPM juga mendukung penerbitan buku pribadi anggotanya.
Sebagai ketua GPM Bandung, saya tengah berkutat menerbitkan buku
karya terbitan GPM Bandung. Cita-cita terbesar saya, tetaplah
menerbitkan buku sendiri. Mungkin keinginan saya muluk, tetapi saya
yakin, bukan hal yang mustahil. Dengan kata kunci dari pak EWA, menulis,
menulis, dan terus menulis, saya bertekad untuk mewujudkan mimpi
tersebut. Bismillah. Amin.
0 Comment to "Menulis (4.5) Menulis Bukan Mimpi Bro!"
Post a Comment