Monday 19 December 2016

Menulis (4.5) Menulis Bukan Mimpi Bro!

Erry Damajanti
GPM Bandung

BAGI saya, menulis merupakan aktivitas mengasyikan dan telah menjadi kebutuhan untuk menuangkan apa yang ada di otak. Hal menyenangkan, menyedihkan, yang membuat galau, yang diinginkan, atau apa pun yang ada pada diri, yang dirasa pancaindra dituangkan dalam kata-kata. Manakala karena kondisi tertentu tidak mampu diungkapkan melalui lisan, maka disalurkan melalui cerita, tanpa menuliskannya.
 
Artinya, menulis merupakan lakuan menkongkretkan ide, gagasan, kesenangan atau kesusahan, kegembiraan atau kegalauan yang menjadikan perasaan dan pikiran lega. Ya, bila susah menuliskan sesuatu, ya dibicarakan, katakanlah semacam curahan hati (curhat). Kalau curhat yang dibicarakan dengan orang-tua atau teman tidak memungkinkan, andalan dengan menuliskannya di diary. Diary adalah ladang curhat paling menyenangkan yang mana kita dapat menuliskan apa saja.

Begitulah, awalnya saya menyalurkan kegemaran menulis dengan menuliskan apa yang dirasakan dan dipikirkan ke dalam diary untuk konsumsi pribadi. Diary sebagai sarana curhat teramat pribadi, karena takut kalau dibaca orang lain. Hal-hal yang dicurhatkan adakalanya memakai sandi yang menunjuk kepada sesuatu, hal-hal tertentu. Jadi, apa pun yang ditulis tidak akan diketahui orang lain.


Tetapi, sejak beberapa tahun yang lalu, ketika teknologi sudah maju dan internet sudah membumi, hal tersebut berubah. Hal-hal yang selama ditulis untuk keperluan pribadi, mendapat momen hebat, menuliskannya untuk konsumsi umum. Disadari, apa yang kita pikirkan dan alami ternyata bagus untuk sharing, berbagi.

Melalui kemajuan teknologi, khususnya dunia maya, saya berkenalan dengan dunia tulis menulis. Melalui beberapa teman bloger, saya mengenal Ersis Warmansyah Abbas dan tertular virus EWT, metoda yang membuat penulis pemula seperti saya pede untuk menulis dan membangun keberanian tulisan dibaca orang lain. Tepatnya, menulis bukan saja untuk diri sendiri, tetapi berani untuk dibaca orang lain.

Alhamdulillah, saya membaca tulian Pak EWA melalui buku-buku beliau tentang menulis yang saya istilahkan dengan “super”, seperti Gembira Menulis, Suerr, Menulis itu Mudah, Menulis, Membangun Peradaban, dan masih banyak lagi tema-tema motivasional yang membangkitkan gairah dan keberanian menulis.

Suer, semangat terpompa dan perasaan terpanasi untuk terus menulis. Kata kunci andalan Pak EWA, tidak heboh atau jelimet, tetapi sungguh sederhana, menulis, menulis, dan menulis. Dari menulis kita belajar menulis, melakukan menulis, hasilnya tulisan. Sungguh kata-kata ajaib yang bagi saya harus dipatuhi dan direalisasikan.

Pengalaman yang paling berkesan dalam dunia tulis menulis ini adalah ketika pada suatu hari saya memposting tulisan di facebook. Tanpa diduga, sungguh saya tidak mimpi, saya mendapat SMS Pak EWA yang isinya sungguh membuat saya sangat tersenang, surprise dan hidung serasa terbang. Tidak banyak yang ditulis Pak EWA, hanya dua kata: ”Tulisannya kerreeeeeeennn”. Waaawwww! Tulisan saya dikomentari Pak EWA.

Susah saya menggambarkan, maklum saya penulis pemula. Dikomentari oleh orang yang selama ini saya jadikan guru secara diam-diam. Akibatnya, semangat menulis saya langsung terbakar. Heran, saya mendapat dorongan dahsyat untuk menulis, menulis, dan terus menulis.

Sekalipun memuji, selanjutnya Pak EWA tanpa ampun melayangkan kritikan atas tulisan yang dibuat. Bukan untuk saya saja, tetapi kepada puluhan kalaulah tidak ratusan teman-teman penulis pemula di dunia maya. Sekalipun kalau dikritik bisa membuat patah semangat, ajaibnya yang terbangun kebal kritik dalam artian, kritik dijadikan pelecut semangat untuk menulis, menulis, dan terus menulis.

Menurut EWT, kritik membangun diperlukan, jangan pernah takut dikritik. Yang utama, dari apa yang ditulis, dari kritikan, kita memperbaiki tulisan. Ya, menulis itu sendiri ternyata pembelajaran. Nasehat Pak EWA sebagai penulis kita menempatkan pujian atau kritikan secara proporsional. Dan, berhati-hatilah dengan orang yang selalu memuji atau memberi jempol apa yang kita tulis.

Karena itu saya tidak patah semangat atau kecewa, malah sebaliknya berterima kasih, karena dengan demikian saya bisa mengetahui kelemahan tulisan tersebut dan berusaha memperbaikinya pada tulisan berikutnya. Setidaknya, bertekad tidak membuat kekeliruan yang sama, tidak mengulangi kesalahan.

Hmm, hal-hal menyenangkan yang tiada terkira, saya mendapatkan teman-teman baru di dunia maya yang mempunyai kegemaran menulis. Terdorong keinginan mengasah kemampuan menulis saya bergabung ke Group Persahabatan Menulis (GPM). Dalam kandungan GPM, bukan ilmu dan kemampuan menulis saja yang diperdapat, saya mendapat saudara-saudara baru yang, Alhamdulillah, menjadi ladang silaturahim baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Jarak ruang dan waktu bukan penghalang menjalin persahabatan.
 
Anggota GPM yang tersebar di kota-kota di Indonesia dan mancanegara seperti Taipeh, Hongkong, Singapura, Australia, Mesir, ampai Chile menjadikan kegiatan GPM semakin seru. GPM menerbitkan buku-buku karya anggotanya. Luar biasa.

Melalui buku terbitan GPM, akhirnya saya dapat membaca tulisan sendiri di buku bersama. Walaupun belum berkesempatan membuat buku sendiri, tetapi saya sangat senang bisa ikut berkontribusi di buku-buku karya GPM. GPM juga mendukung penerbitan buku pribadi anggotanya.

Sebagai ketua GPM Bandung, saya tengah berkutat menerbitkan buku karya terbitan GPM Bandung. Cita-cita terbesar saya, tetaplah menerbitkan buku sendiri. Mungkin keinginan saya muluk, tetapi saya yakin, bukan hal yang mustahil. Dengan kata kunci dari pak EWA, menulis, menulis, dan terus menulis, saya bertekad untuk mewujudkan mimpi tersebut. Bismillah. Amin.

Share this

0 Comment to "Menulis (4.5) Menulis Bukan Mimpi Bro!"

Post a Comment