Ersis Warmansyah Abbas
Bagi saya menulis itu hal susah. Padahal, keinginan menulis sangat kuat. Apakah keterampilan menulis bisa diraih dengan pembiasaan? Jargon menulis, menulis, dan terus menulis EWA memang mendorong agar terus menulis, tetapi menyiksa karena dalam praktiknya tidak mudah.
WADUH, kalaulah sempat bertemu langsung dengan penanya yang satu ini
dipastikan akan saya ”urut” mindset yang dibangunnya. Betapa tidak. Dia
melakukan kesalahan ganda dalam membunuh kehendak menulis. Disadari atau
bukan, disengaja atau tidak, atau diingininya atau bukan. Lebih
parahnya dia memeliharanya.
Ada keinginan menulis, sangat kuat, tetapi mindset ditancapkan,
menulis hal susah. Susah? Lah, apa yang belum diketahui, apa yang belum
fasih dilakukan, ya susahlah. Ersis Writing Theory (EWT) mengusung
prinsip: menulis sebagai pembelajaran. Menulis sebagai proses belajar.
Bukan mematok portal susah dan menyusahkan. Sebaliknya, dibangun
mindset, menulis itu mudah. Menulis mudah dalam katup menyenangkan,
membelajarkan diri.
Dalam hal apa pun manakala kita memposisikan diri sebagai pembelajar
tercuat semangat untuk mengetahui, menguasai, menggeluti, atau apa pun
istilahnya yang dipelajari. Kenapa orang mau belajar (sekolah) berpisah
dengan orang tua, keluarga, kampung halaman bertahun-tahun dengan segala
penderitaannya? Penderitaan dijadikan penyemangat sehingga menjadi hal
menyenangkan, memotivasi untuk menjadi tahu, pintar, atau terampil.
Tepatnya, keinginan menulis yang katakanlah merupakan naluri, kok
dibunuh dengan pantikan: Menulis susah. Cara berpikir macam apa yang
dibangun? Sungguh lucu. Lalu, bagaimana dong Pak?
Ya, itu tadi. Kalau kita mau dan mampu mempelajari apa saja, tidak
ada yang sulit. Namanya juga belajar. Pada proses belajar tersebut kita
berkutat membangun pengetahuan, membangun keterampilan. Bukan dengan
cara sim salabim, abradakabrah. Itu cara berpikir tidak akademik.
Berpikir manusia pembelajar melakukan step by step, sedikit demi sedikit
lama-lama menjadi bukit. Bukan proses instan.
Hayya, mindset yang dibangun ngawur yang menjadikan ranah berpikir
kacau-balau dan membeban. Keinginan menggebu-gebu, mana pula motivator
ditonjok: Menurut loe emang mudah, tetapi ketika gua lakukan susah. Ya,
iyalah. Wong baru memulai. Memangnya situ superman? Loe sih ngak
paham-paham juga, seseorang fasih menulis karena belajar, melakukan, dan
adakalanya prosesnya sangat lama, bahkan berdarah-darah.
Karena itu hindari menanamkan pertentangan di ranah pikiran, pada
perasaan, dan naluri, dan mari membangun mindset sebagai manusia
pembelajar. Menulis susah? Susah bagi mereka yang mengembangkan persepsi
dan kemudian menjadi mindset. Mudah bagi mereka yang merelakan dirinya
dalam arus kemudahan berpikir dan bertindak, dan menjadikan diri sebagai
pembelajar.
Bagaimana menurut Sampeyan?
0 Comment to "Menulis (5.2): Mindset Lucu"
Post a Comment