Thursday 15 December 2016

Menulis (3.8): Membangun Ide

Ersis Warmansyah Abbas

MEMBACA beraktivitas, atau merelasikan diri dengan luar diri, apalagi mengembangkan komunikasi dalam diri, dalam artian berpikir, merenung atau berimajinasi, merupakan lahan subur ide. Ide adalah diri seseorang. Apa yang dipikirkan, dilakukan, dan dirasakan melahirkan ide. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Perhatikan apa yang ditulis teman FB atau blog Sampeyan. Apabila dia ‘memulai’ komentar dengan sinis, lama-lama semakin sinis, dan akan menjadi komentator super sinis. Dapat dipastikan kesinisannya memapan. Sesuatu yang dipikirkan dan dilakukan menjadikan diri, dan itulah yang direalisasikan. Mustahil meminta komentar kedamaian padanya. Dia membangun ide dan kesinisan.

Begitulah. Akan susah memotivasi seseorang menulis apabila seseorang sudah memapan, sudah terbiasa berpikir memikir pikiran orang lain. Aktivitas otaknya terwakafkan memikirkan pikiran orang, apalagi yang dikaguminya. Pikirannya telah digadaikan pada pikiran orang lain.

Coba perhatikan mereka yang getol membaca pikiran pemikir orang-orang hebat, dia hapal alpha-bethanya pikiran filsuf hebat, tetapi, kalau diminta menulis pikirannya, dia akan mencret, dan mengemukakan selaksa alasan. Aktivitasnya bukan membangun pikirannya.

Orang Barat, susah membedakan antara padi, beras, nasi dan pilahannya. Bagi mereka, rice. Susah memberi pengertian padi, beras, antah, nasi, dan turunnya sebab bukan hal menyangkut kehidupan mereka. Mereka tidak mengenal sampai detail, ya apa pentingnya he he. Ide Sampeyan adalah kehidupan Sampeyan. Ide memuncul tidak jauh-jauh dari aktivitas, dari yang dipikirkan, dari yang dilakukan.

Saya memperhatikan khusus, mereka yang sharing menulis, apabila sudah beralasan ini-itu, dapat dipastikan orang tersebut akan gagal menulis. Apa sebab?

Mereka terbiasa beralasan dan sukar disadarkan. Orientasi otaknya terbangun bukan mengatasi atau menyelesaikan apa yang harus diselesaikan, tetapi bagaimana beralasan. Kemampuan beralasan, ide-ide menjadikan alasan itu semakin hari semakin canggih.

Dengan kata lain, dalam kerangka menulis, berpikirlah, beraktivitaslah dengan menuliskannya. Bangun ide, tuliskan ide, enyahkan alasan. Apa pun bentuknya. Sori Pak, lagi senang, lagi sedih, sibuk, banyak masalah atau apa gitu. Wong menulis justru mengatasi, setidaknya, membantu mengatasi keruwetan berpikir. Kalau dengan menulis justru pikiran lebih ruwet, tidak usah membaca tulisan saya. Sebab, Sampeyan tidak ‘berjodoh’ dengan menulis.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (3.8): Membangun Ide"

Post a Comment