Thursday 15 December 2016

Menulis (4.6): Menulis Suka-Suka

Ersis Warmansyah Abbas

SEORANG teman terkagum-kagum, temannya sangat fanatik memakai mesin tik untuk menulis. Kini zaman komputer Bung. Setiap orang mempunyai kesukaan atau prinsip sendiri. Ada lho yang haregene menulis dengan pulpen doang. Intinya menulis dan hasilnya, tulisan. Komputer, desktop atau laptop sekadar alat.

Bahkan, ada yang berpendapat lebih ‘maju’, bahasa sekadar alat, tools, bagi penuangan pikiran, berkomunikasi. Intinya, penyampaian pikiran atau komunikasi. Hebat berteori bahasa kalau praktik penuangan pikiran, semisal menulis dan berkomunikasi tidak bagus, ya sama saja boong. Mbuh, saya tidak tertarik memperdebatkan hal sedemikian, lebih tertarik praktik menulis.

Sekalipun demikian, membaca dan memahami hal-hal teoritik sangat bagus. Saya membaca teknik membaca yang baik, begini-begitu. Sedari kecil melihat Bapak membaca sembari tidur-tiduran atau di atas bis. Saya pun membaca dimana ada kesempatan tidak memandang tempat.

Anak saya, kalau makan membaca koran atau majalah. Dalam tatapan ideal mungkin tidak cocok, makan ada etikatnya. Ya, tapi apa salahnya makan sembari membaca? Membaca dan makan pada waktu bersamaan. Pada ruang satu titik waktu melakukan dua kegiatan. Saya mempraktikkan dalam menulis.

Profesor mata kuliah Filsafat Ilmu, saat saya menulis tulisan ini, sedang meng-counter sanggahan mahasiswa peserta kuliah S3 UPI. Saya menyimak sembari menulis dan sesekali melirik Paman Google yang memuat informasi tentang Postmodernism. Dalam ruang satu titik waktu melakukan beberapa kegiatan yang mungkin dilakukan.

Kita, barangkali tergadai demikian dalam melakukan sesuatu harus fokus. Fokus tidak salah dipahami lebih luwes. Kalaulah, aktivitas hanya mungkin dilakukan tunggal, ya lakukan. Yang bisa bersamaan, bagus pulalah itu.

Misalnya, tahun 2010 saya bermaksud memecahkan rekor (sendiri) menulis buku. Beberapa buku sudah selesai sampai naskah sementara kuliah ‘memakan’ waktu. Setiap kuliah minimal menulis satu tulisan.

Alhamdulillah, di ruang diskusi, di ruang kuliah ternyata banyak ide bersilewaran dan didiskusikan, terkadang sangat tajam. Hmm,. saya merasa diuntungkan karena berpikirnya menjadi selintas, dan tulis. Dus, ternyata menulis bisa dimana dan pada kesempatan apa saja, kalau kita suka.

Yah, menulis suka-suka. Dalam artian kalau lagi ada kemauan menulis, tulis. Betapa repotnya kalau menulis bersandar pada harus begini harus begitu. Wah susah saya menghasilkan tulisan.

Tapi, kalau kemauan menulis yang tidak kuat, ya banyak alasan yang bisa dikedepankan. Terserah saja, kalau mengagungkan alasan, Insya Allah jadi Raja Alasan.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (4.6): Menulis Suka-Suka"

Post a Comment