Esa Puspita Ginanjar
GPM Bandung
GPM Bandung
MENULIS tentang pengalaman menulis, rasanya campur aduk. Menetapkan
diri untuk konsisten menulis satu tulisan dalam satu hari di blog saja
masih sulit. Alasannya yang diapungkan biasanya tidak mempunyai ide atau
sibuk sama kegiatan mengurus anak atau bisnis. Kalau sudah demikian,
kehendak untuk menulis dan menerbitkan buku sendiri semakin jauh dari
kenyataan. Sekalipun demikian, tentu tidak boleh mudah menyerah.
Menulis itu gampang-gampang susah. Gampang kalau ada ide untuk
diceritakan (ditulis), entah itu cuma curhat pengalaman pribadi, menulis
pengalaman sehari-hari, resep makanan yang berhasil (ataupun gagal)
dibuat atau sekadar menuliskan sekelebat ide yang tiba-tiba muncul yang
jika tidak dituliskan langsung biasanya nanti akan buyar. Susah ketika
mencari-cari ide untuk menulis. Padahal ya kalau sudah menulis, ide
muncul begitu saja.
Ada kalanya muncul keinginan untuk menuliskan semua ilmu yang didapat
menjadi sebuah catatan pribadi untuk dibagi, tetapi kemudian terpikir,
eh ini pantas apa tidak untuk di-share ke publik? Apa perlu minta izin
kepada pengisi materinya apa tidak? Padahal tangan tidak sabar untuk
menuliskannya, merangkum isi materi di blog.
Apresiasi tulisan menjadi semangat tersendiri. Meski mungkin blog-nya
masih sepi likers atau followers, tetapi ketika ada notifikasi “sekian
orang menjadi follower blog anda” atau ketika ada notifikasi “user XXX
menyukai postingan anda” atau ketika link tulisan tersebut muncul di
wall Facebook kemudian ada yang mendaratkan jempolnya , duh senangnya.
Kesenangan akan berlipat manakala ada yang berkomentar “aku suka
mengikuti dan membaca tulisan-tulisannya mba’ di blog loh.” Rasanya
terbang melayang ke awan (hahaha lebay ya). Dan ketika ada yang BBM
“mba”, aku izin share tulisannya ya. Tidak terpikirkan akan mendapat
respon positif yang sangat menyenangkan tersebut. Rasanya sudah
menerbitkan buku best seller he he.
Ketika berbagi resep makanan, yang sebenarnya banyak di internet,
tetapi ada yang cuma berkomentar “Makasih resepnya. Anakku sekarang jadi
bisa makan sayur”, duh senangnya. Atau komentar lainnya, dengan
berbagai ungkapan yang mengembirakan menjadikan hati senang luar biasa.
Kalau melihat buku atau membaca tulisan orang, suka terpikir,
bagaimana caranya ya? Sepertinya karena saya belum sepenuhnya serius
belajar menulis sehingga belum mampu menerbitkan buku. Ya, meski baru
cuma sekadar memposting catatan di blog yang mungkin bisa setidaknya
merupakan usaha memasihkan menulis, menuangkan. Kalau untuk menulis buku
diperlukan manajemen ide lebih serius.
Eh iya, menulis bisa mengalir begitu saja karena ada informasi yang
masuk bukan? Misalnya, halnya menulis pengalaman pribadi. Pengalaman
pribadi berawal dari apa yang kita alami, nah kalau ingin menulis
tulisan lain selain pengalaman pribadi ya berarti harus dari pemikiran
pribadi yang kita olah dari pemikiran kita berikut informasi yang masuk
ke dalam otak kita. Betul bukan?
Bisa jadi, itu sebabnya mengapa ada orang yang begitu mudah menulis.
Dipastikan di otak mereka tersimpan bejibun informasi yang diolah
menjadi tulisan. Kumpulan informasi tersebut manakala dipantik ide bisa
ditulis menjadi beberapa tulisan dari berbagai sudut pandang atau
diterapkan ke berbagai peristiwa sehingga menjadi berbagai tulisan.
Hmm, kalau demikian adanya tentu wajar sesiapa yang hobi menulis
adalah pula mereka yang sangat hobi membaca. Ibarat teko, kalau mau
tekonya mengeluarkan isi, ya teko harus diisi dulu. Kalau tidak, ya
wajar teko tidak dapat mengeluarkan apa-apa. Kalau demikian, kalau
tekonya kosong, hayo apa yang akan dikeluarkan?
Ya, kalau informasi di otak tidak memadai, dipastikan menjadikan kita
kesulitan mengolah informasi dan menjadikan sulit menulis. Ya,
begitulah kalau kurang asupan gizi, eh asupan informasi. Akibatnya, otak
yang seharusnya mengoperasikan pikiran fungsinya mandeg. Kalau sudah
demikian, ya mandeg menulisnya. Karunia Allah SWT yang seharusnya
dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Mandeg menulis juga terjadi karena dalam menulis tidak fokus. Apalagi
kalau digayuti keinginan hendak menulis seperti gaya menulis si Anu.
Padahal, seharusnya setiap orang mempunyai gaya menulis sendiri, gaya
khas sesuai diri masing-masing.
Ya, karena saking inginnya seperti si Anu memaksakan diri menulis
seperti si Anu. Setelah menulis satu tulisan misalnya, tulisan tersebut
dibaca (dicek), waduh kok tidak ada samanya. Tidak seperti tulisan si
Anu. Tulisan tersebut dihapus. Kalau tulisannya seperti ini siapa yang
mau membaca? Hal tersebut berakibat semakin tebalnya ketidakpercayaan
diri alias tidak pede dalam menulis apalagi mempublikasikan tulisan.
Huhu..
Sudah demikian, mindset menulis yang dibangun akan bergairah manakala
mood. Menulis kalau in the mood. Kalau tidak mood? ya, tidak menulis
dulu ah. Lakuan menulis adalah ketika mood datang, dan tulisannya
menjadi bagus. Kalau demikian harus selalu sedia mood booster kalau
ingin menulis buku. Waduh betapa susahnya kalau Si Mood tidak
datang-datang, tidak mampir.
Jangankan menerbitkan buku, untuk ikut sayembara menulis saja masih
belum berani. Ketika ada bedah tulisan, belum berani mengirim tulisan.
Malu, takut naskah tidak diterima. Nanti kalau ditertawakan bagaimana?
Tetapi kalau tidak dicoba, kapan kita akan tahu tulisan kita pas untuk
konsumsi publik?
Yap, saatnya sekarang menulis. Harus berani menantang diri. Sudah
tidak saatnya lagi hanya menulis di blog pribadi, menulis dimana
kesempatan datang. Kalau ada tawaran membuat buku bareng, kenapa tidak?
Berani menulis, berani meningkatkan level menulis. Mari menulis.
0 Comment to "Menulis (4.6) Meningkatkan Level Menulis"
Post a Comment