Monday 19 December 2016

Menulis (4.6) Meningkatkan Level Menulis

Esa Puspita Ginanjar
GPM Bandung

MENULIS tentang pengalaman menulis, rasanya campur aduk. Menetapkan diri untuk konsisten menulis satu tulisan dalam satu hari di blog saja masih sulit. Alasannya yang diapungkan biasanya tidak mempunyai ide atau sibuk sama kegiatan mengurus anak atau bisnis. Kalau sudah demikian, kehendak untuk menulis dan menerbitkan buku sendiri semakin jauh dari kenyataan. Sekalipun demikian, tentu tidak boleh mudah menyerah.
 
Menulis itu gampang-gampang susah. Gampang kalau ada ide untuk diceritakan (ditulis), entah itu cuma curhat pengalaman pribadi, menulis pengalaman sehari-hari, resep makanan yang berhasil (ataupun gagal) dibuat atau sekadar menuliskan sekelebat ide yang tiba-tiba muncul yang jika tidak dituliskan langsung biasanya nanti akan buyar. Susah ketika mencari-cari ide untuk menulis. Padahal ya kalau sudah menulis, ide muncul begitu saja.

Ada kalanya muncul keinginan untuk menuliskan semua ilmu yang didapat menjadi sebuah catatan pribadi untuk dibagi, tetapi kemudian terpikir, eh ini pantas apa tidak untuk di-share ke publik? Apa perlu minta izin kepada pengisi materinya apa tidak? Padahal tangan tidak sabar untuk menuliskannya, merangkum isi materi di blog.

Apresiasi tulisan menjadi semangat tersendiri. Meski mungkin blog-nya masih sepi likers atau followers, tetapi ketika ada notifikasi “sekian orang menjadi follower blog anda” atau ketika ada notifikasi “user XXX menyukai postingan anda” atau ketika link tulisan tersebut muncul di wall Facebook kemudian ada yang mendaratkan jempolnya , duh senangnya.
 
Kesenangan akan berlipat manakala ada yang berkomentar “aku suka mengikuti dan membaca tulisan-tulisannya mba’ di blog loh.” Rasanya terbang melayang ke awan (hahaha lebay ya). Dan ketika ada yang BBM “mba”, aku izin share tulisannya ya. Tidak terpikirkan akan mendapat respon positif yang sangat menyenangkan tersebut. Rasanya sudah menerbitkan buku best seller he he.

Ketika berbagi resep makanan, yang sebenarnya banyak di internet, tetapi ada yang cuma berkomentar “Makasih resepnya. Anakku sekarang jadi bisa makan sayur”, duh senangnya. Atau komentar lainnya, dengan berbagai ungkapan yang mengembirakan menjadikan hati senang luar biasa.

Kalau melihat buku atau membaca tulisan orang, suka terpikir, bagaimana caranya ya? Sepertinya karena saya belum sepenuhnya serius belajar menulis sehingga belum mampu menerbitkan buku. Ya, meski baru cuma sekadar memposting catatan di blog yang mungkin bisa setidaknya merupakan usaha memasihkan menulis, menuangkan. Kalau untuk menulis buku diperlukan manajemen ide lebih serius.

Eh iya, menulis bisa mengalir begitu saja karena ada informasi yang masuk bukan? Misalnya, halnya menulis pengalaman pribadi. Pengalaman pribadi berawal dari apa yang kita alami, nah kalau ingin menulis tulisan lain selain pengalaman pribadi ya berarti harus dari pemikiran pribadi yang kita olah dari pemikiran kita berikut informasi yang masuk ke dalam otak kita. Betul bukan?

Bisa jadi, itu sebabnya mengapa ada orang yang begitu mudah menulis. Dipastikan di otak mereka tersimpan bejibun informasi yang diolah menjadi tulisan. Kumpulan informasi tersebut manakala dipantik ide bisa ditulis menjadi beberapa tulisan dari berbagai sudut pandang atau diterapkan ke berbagai peristiwa sehingga menjadi berbagai tulisan.

Hmm, kalau demikian adanya tentu wajar sesiapa yang hobi menulis adalah pula mereka yang sangat hobi membaca. Ibarat teko, kalau mau tekonya mengeluarkan isi, ya teko harus diisi dulu. Kalau tidak, ya wajar teko tidak dapat mengeluarkan apa-apa. Kalau demikian, kalau tekonya kosong, hayo apa yang akan dikeluarkan?

Ya, kalau informasi di otak tidak memadai, dipastikan menjadikan kita kesulitan mengolah informasi dan menjadikan sulit menulis. Ya, begitulah kalau kurang asupan gizi, eh asupan informasi. Akibatnya, otak yang seharusnya mengoperasikan pikiran fungsinya mandeg. Kalau sudah demikian, ya mandeg menulisnya. Karunia Allah SWT yang seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Mandeg menulis juga terjadi karena dalam menulis tidak fokus. Apalagi kalau digayuti keinginan hendak menulis seperti gaya menulis si Anu. Padahal, seharusnya setiap orang mempunyai gaya menulis sendiri, gaya khas sesuai diri masing-masing.

Ya, karena saking inginnya seperti si Anu memaksakan diri menulis seperti si Anu. Setelah menulis satu tulisan misalnya, tulisan tersebut dibaca (dicek), waduh kok tidak ada samanya. Tidak seperti tulisan si Anu. Tulisan tersebut dihapus. Kalau tulisannya seperti ini siapa yang mau membaca? Hal tersebut berakibat semakin tebalnya ketidakpercayaan diri alias tidak pede dalam menulis apalagi mempublikasikan tulisan. Huhu..

Sudah demikian, mindset menulis yang dibangun akan bergairah manakala mood. Menulis kalau in the mood. Kalau tidak mood? ya, tidak menulis dulu ah. Lakuan menulis adalah ketika mood datang, dan tulisannya menjadi bagus. Kalau demikian harus selalu sedia mood booster kalau ingin menulis buku. Waduh betapa susahnya kalau Si Mood tidak datang-datang, tidak mampir.

Jangankan menerbitkan buku, untuk ikut sayembara menulis saja masih belum berani. Ketika ada bedah tulisan, belum berani mengirim tulisan. Malu, takut naskah tidak diterima. Nanti kalau ditertawakan bagaimana? Tetapi kalau tidak dicoba, kapan kita akan tahu tulisan kita pas untuk konsumsi publik?

Yap, saatnya sekarang menulis. Harus berani menantang diri. Sudah tidak saatnya lagi hanya menulis di blog pribadi, menulis dimana kesempatan datang. Kalau ada tawaran membuat buku bareng, kenapa tidak?

Berani menulis, berani meningkatkan level menulis. Mari menulis.

Share this

0 Comment to "Menulis (4.6) Meningkatkan Level Menulis"

Post a Comment