Thursday 15 December 2016

Menulis (6.3): Menulis Kata Menjamah Rasa

Ersis Warmansyah Abbas

SEMILIR angin malam dingin-dingin sejuk. Penjara ingin membalut harap di Bandung nan mempesona. Roda hari berpacu lebih kencang. Canda anak-istri mendenda batin dalam rindu. Nun, di kaki gunung Kerinci, asal diri, Ibu-Bapak semoga sehat walafiat. Doa dipanjatkan.

Malam makin mendaki, globalization berbungkus international education semakin menggaruk, local genius harus dipancangkan kokoh agar persada jangan ditelan mentah-mentah. Duh, Mak, muatan lokal digadai English. Mau jadi apa bangsa ini. Meruwetkan pikiran menghujam rasa.

Pisau aturan memotang rezeki, mereka mengasahkan kilat pedang, bukan untuk mereka. Mata dipaksa, tangan diminta, pikiran didera, pelatihan demi negara. Mereka tertawa terbahak-bahak membagi kurma, menjulur lidah: “Rasain loe, siapa suruh sekolah.”

Dunia ini misteri, nasib ini, bukan Allah SWT lagi yang menentukan, mereka-mereka menyiksa dengan mesra. Bumbu-bumbu logika ala pembenar mengirim duka. Dasar durjana.Duh Gusti, Ya Allah. Maafkan mereka. Serakah bukanlah fitrah, rantai kuasa memesona, biarkanlah nikmat dikecap, mereka akan tahu: Kekuasaan bukanlah segala.

KasihMu, Asmaul Husna tidak mudah dicerna. Angin masa akan berkhabar, keserakahan mudahan bertukar doa berbuah rasa dalam cinta sesama.

Malam semakin mendaki. Doa-doa mengiring duka menuai suka lampaui puncak-puncak menara gema menaik ke ArasyMu, ya Yang Maha Kuasa. Tiada dosa dalam duka, tiada kata kalau tak bermakna. Kehidupan adalah pembelajaran.

Malam ini bintang-bintang nun di sana kerdipkan cahaya, panggil-panggil gema surga, berjalan di BumiMu jangan hadiahkan celaka. Setiap yang ada adalah keadaan labuhan cinta sempurna tentang ada dan tiada dalamMu, Ya Allah Yang Maha Sempurna.

Maafkan hamba Ya, Rabb, ketika telunjuk mengancung, empat jari menanda dada, salah. Ya Allah, jangan biarkan hamba menendang pasrah, tiada apa-apa manakala apa-apa tiada.

DalamMu tiada petaka.
Tangan ini menghapus prasangka menjauh dosa dalam kata-kata yang tak sempurna. Kau kisahkan tentang mereka yang tiada goyah dimakan kala, kisah hamba buah kata, ampuni kalau tak bermakna dalam kisah perkasaMu. Ampuni, Ya Yang Mahapengampun. Biarlah hamba belajar kata-kata, memetik mencerna memamah adanya rona kata.

Ya, Allah. Kau lihatlah kami bersaudara, dunia maya dunia ada dalam tiada, kami yang menuju berkah, berkahMu untuk sesama.

Kata-kata adalah doa, kata-kata adalah makna, kata-kata adalah berkah. Kata kami adalah kami. Hati kami adalah kami, kami yang menulis kata-kata, kata-kata untuk dibaca, kata-kata menjamah rasa. Menulis kata-kata nyata adanya rasa.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (6.3): Menulis Kata Menjamah Rasa"

Post a Comment