Amelia Az-Zahra
Mahasiswa UHAMKA Jakarta
Mahasiswa UHAMKA Jakarta
SAYA mahasiswi yang sedang menyusun skripsi Analisis Tokoh Novelis
Jepang (Natsume Soseki).” Ketertarikan saya membahas karya-karya Natsume
Soseki yang sudah tersebar ke seluruh seantero dunia terpicu dari
pertanyaan: Kenapa novel-novel serta karya sastra Indonesia belum
mendunia?
Manakala novel-novel karya anak bangsa ”dikonsumsi” oleh warga negara
asing tentu saja dapat sebagai wahana pengenalan Indonesia dan kehidupan
orang-orang Indonesia kepada masyarakat dunia. Sebaliknya, orang
Indonesia yang membaca novel-novel karya penulis mancanegara dengan
sendirinya mengetahui kehidupan masyarakat mancanegara. Misalnya
mengetahui kehidupan bangsa Eropa ”Abad Pertengahan” mulai dari cara
berpakaian sampai cara berpikir (filsafat). Kita dapat mengetahui dan
mempelajari sejarah peradaban dunia melalui novel.
Saya mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Jepang UHAMKA Jakarta
yang seharusnya meneliti mengenai pendidikan, tetapi sangat tertarik
dengan karya-karya Natsume Soseki.
Untuk memperkuat kemampuan berbahasa Jepang, saya berusaha sangat
serius belajar bahasa Jepang agar bisa lulus ujian kemampuan bahasa
Jepang N1. Jika lulus N1, saya bisa mendapat beasiswa untuk kuliah S2 di
Jepang. Mudah-mudahan saya diberi kemudahan oleh Allah SWT untuk
mewujudkan impian tersebut. Amin.
Kuliah di Jepang satu dari sekian impian saya. Saya memiliki banyak
impian. Satu diantaranya, menjadi penulis. Sejak kecil saya ingin
menjadi guru atau dosen Astronomi. Sesuai jalur pendidikan, impian
menjadi dosen Astronomi, sudah tidak relevan. Sekalipun demikian dan ini
sangat menyenangkan, impian menjadi guru semakin dekat terwujudnya.
Bersamaan dengan itu, impian menjadi penulis dan penerbit, kiranya
semakin menantang.
Ya, kini saya menulis bukan sekadar berimajinasi tentang menulis, tetapi sedang menulis.
Ketika belajar di SMP saya mempunyai teman yang suka menulis cerpen.
Suatu kali saya membaca cerpennya yang ceritanya mirip dengan lagu Bunga
Cinta Lestari, Sunny, tentang kisah cinta yang berakhir dengan
meninggalnya tokoh laki-lakinya. Ceritanya diakhiri lirik lagu Sunny.
Sejak itu saya tertarik untuk menulis cerpen atau novel.
Saat belajar di SMP saya rajin membaca novel Lima Sekawan dari
perpustakaan sekolah, serta novel (serial) Harry Potter, Lupus, komik
Detektif Conan, Samurai X, One Peace, Inuyasha, Ranma 1/2, Yuyu Hakusho,
Shinchan, majalah Bobo dan novel Sherlock Holmes, tetapi saya belum
tergugah menjadi seorang novelis.
S
emasa belajar di SMA, setelah membaca karya Andrea Hirata, Dewi
Lestari, Ahmad Fuadi, Habiburahman El-Shirazy, Daniel Mahendra, Tere
Liye, Raditya Dika, novel-novel terjemahan, saya tergugah untuk menulis.
Saya menulis saat liburan sekolah, apalagi setelah lulus SMA. Bersamaan
dengan itu saya mulai aktif menulis di facebook. Menulis di facebook
menjadikan mendapatkan banyak teman dan belajar menulis dengan
mempraktikkannya.
Melalui facebook saya berkenalan dengan Pak Ersis Warmansyah Abbas,
Pak Heri Cahyo, Pak Hazil Aulia, Pak Mahbub Junaedi, Pak Akung Krisna,
Pak Erik, Pak Abrar Rifa’i, Mba Hesti, Imelda Sensei, Mba Ratu Marfufah,
Mba Siti Zumairoh, Mba Oni Daulat, Mamae Kirana, dan masih banyak lagi.
Berkenalan dengan orang-orang yang suka menulis memantik semangat saya
untuk (belajar) menulis.
Alhamdulillah, tulisan saya diikutkan dalam beberapa antologi;
antologi Masa Kecil yang Tak Terlupakan, Deru Awang-Awang, Surat untuk
Pak SBY. Sejak itu saya semakin bersemangat menulis dan mulai menulis
novel. Saya menulis novel dari kisah sejak lahir sampai SMA yang kini
sedang memasuki tahap editing. Saya juga menulis novel petualangan dalam
ayunan fantasi. Untuk itu saya meminta guru Biologi saya semasa SMA
untuk membacanya. Bu Guru berkomentar: ”Sepertinya Ibu harus baca novel
Alice in Wonderland dahulu deh. Kisahnya benar-benar menggunakan daya
imajinasi tingkat tinggi.” Sampai sejauh itu, saya menulis, menulis, dan
menulis saja tanpa harus memikirkan bagaimana menerbitkannya.
Setelah menulis novel mengenai cinta pertama, Hatsukoi, barulah saya
berani mengirim ke penerbit. Novel Hatsukoi, 200 halaman, saya kirim ke
penerbit ternama melalui e-mail dan empat bulan setelah pengiriman
mendapat jawaban: Naskah ditolak. Kapok menulis?
Tentu tidak. Saya justru memperteguh impian untuk terus menulis dan
membuat penerbitan sendiri. Kini, liburan telah usai. Untuk itu saya
memperbanyak aktivitas. Saya ikut organisasi, membantu dosen, menjadi
pengajar relawan di komunitas kumnol, kuliah sembari belajar bahasa
Jepang agar bisa ikut ujian kemampuan bahasa Jepang N5, N4, N3. Hal
tersebut dapat dilakukan karena semester kemarin saya sudah
menyelesaikan PP dengan mengajar di SMKN 18 Jakarta.
Nah, seminggu yang lalu saya membaca status facebook Pak Ersis
mengenai buku-bukunya yang baru terbit. Penulis komentar menarik
mendapat hadiah buku. Alhamdulillah saya mendapatkan dua buku sangat
inspiratif. Hal tersebut semakin menguatkan keinginan, impian menjadi
penulis semakin menggelora. Ya, menjadi penulis tentunya dengan menulis.
Saya pastikan, saya tidak akan berhenti menulis karena ditolak satu
penerbit. Sekalipun demikian, terkadang saya berfikir: Apakah saya hanya
seorang pemimpi? Ah, sebodo. Bukankah banyak kenyataan berawal dari
impian?
Saya bermimpi, jika rajin belajar, lulus N1 saya akan mendapat
beasiswa untuk belajar di Jepang. Selama kuliah di Jepang saya akan
menulis novel dan menerjemahkan novel-novel Jepang. Dan, ini lebih
penting, menerjemahkan novel Indonesia ke bahasa Jepang sehingga orang
Jepang lebih mengetahui kehidupan orang Indonesia. Setelah pulang ke
Indonesia saya akan membuat Penerbit Amelia Az-Zahra dan toko buku
Amelia Az-Zahra. Hmm.
Ya, sudahlah. Impian-impian tersebut saatnya ”direalisasikan” dengan
belajar, belajar, dan terus belajar. Syukur Alhamdulillah, saya bisa
meminjam buku-buku bahasa Jepang di Japan Foundation sehingga memudahkan
untuk belajar. Semangat belajar.
Salam menulis.
0 Comment to "Menulis (4.2) Impian Menjadi Penulis"
Post a Comment