Monday 12 December 2016

Menulis (5.5): Menyakiti Diri

Ersis Warmansyah Abbas
Pak, sejujurnya setiap menulis saya jarang menyelesaikannya. Saat ide muncul bersemangat dan berakhir dua atau tiga paragraf. Benarkah menjadi penulis harus mempunyai karakter? Saya tidak percaya diri mempublikasikan tulisan saya.
MENULIS dua atau tiga paragraf? Inilah kebiasaan teramat buruk yang diidap banyak orang karena dibiasakan. Setelah melakukan penelitian kecil-kecilan berkesimpulan, ada orang sakit dalam artian kesenangan dan kebanggaan muncul manakala tidak menyelesaikan tulisan. Lucu memang, tetapi begitulah kenyataannya. Maksudnya?
 
Bagaimana tidak sakit. Bagi yang normal, begitu juga ajaran agama dan segala dendangan tentang risalah kebaikan pekerjaan jangan ditunda-tunda, jangan berhenti sebelum selesai. Mereka yang membiasakan menulis dua atau tiga paragraf lalu berhenti dan mendapatkan kenikmatan dengan melakukannya berulang-ulang. Padahal, jiwanya mengeluh, bahkan memaki diri. Bersengaja menyakiti diri, membunuh potensi diri, agar rendah diri, tidak percaya diri.

Saya pernah menangani pasien khusus model begini, dan naauzubillahi min zaliq. Files komputernya berisi tulisan sepersepuluh atau setengah jadi. Tidak ada tulisannya yang selesai alias tuntas. Kagum juga bagaimana dia membina kemampuan menulis tidak selesai. Pembiasaan luar biasa dalam menyakiti diri. Sungguh pembangunan karakter yang aneh. Pembangunan karakter? Yes.

Karakter adalah; sifat-siat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain: watak, tabiat (KBBI, 1998: 389). Kawan kita ini benar-benar membangun watak menyakiti diri. Bagaimana tidak. Menulis dimaksudkan, antara lain, untuk menuangkan pikiran, mengeluarkan unek-unek, katarsis agar pikiran dan perasaan tidak terbebani oleh berbagai sampah. Menulis sebagai proses pembebasan.

Masih ingat tulisan saya perihal menulis menuju refleks, otomatis menulis? Manakala kita terbiasa menulis (mengetik) dimana ujung jari tidak memerlukan mata untuk melihat posisi huruf pada keyboard komputer. Manakala kita rutin salat pagi, begitu waktu salat Subuh masuk, seletih apa pun, sekalipun tidur belum lama, langsung terbangun.

Mekanisme diri dilatih melalui pembiasaan dan kebiasaan. Seseorang yang dilatih oleh gurunya mengkritisi tulisan orang lain sementara seseorang lainnya dilatih menuliskan apa saja idenya, wataknya akan berbeda. Bagi yang pertama, yang penting menghajar tulisan orang lain. Pokoknya hajar. Yang kedua, akan melihat tulisan orang sebagai hal positif, dan lebih penting berkarya. Menulis, bukan memasalahkan yang menulis.

Kebiasaan buruk menulis dua atau tiga alinea hanya bisa dipunahkan dengan satu cara: Menulis Tuntas. Melatih menulis sampai selesai. Cara jitu membangun karakter tulisan dan penulisnya, membangun kepercayaan diri.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (5.5): Menyakiti Diri"

Post a Comment