Ersis Warmansyah Abbas
Pak, sejujurnya setiap menulis saya jarang menyelesaikannya. Saat ide muncul bersemangat dan berakhir dua atau tiga paragraf. Benarkah menjadi penulis harus mempunyai karakter? Saya tidak percaya diri mempublikasikan tulisan saya.
MENULIS dua atau tiga paragraf? Inilah kebiasaan teramat buruk yang
diidap banyak orang karena dibiasakan. Setelah melakukan penelitian
kecil-kecilan berkesimpulan, ada orang sakit dalam artian kesenangan dan
kebanggaan muncul manakala tidak menyelesaikan tulisan. Lucu memang,
tetapi begitulah kenyataannya. Maksudnya?
Bagaimana tidak sakit. Bagi yang normal, begitu juga ajaran agama dan
segala dendangan tentang risalah kebaikan pekerjaan jangan
ditunda-tunda, jangan berhenti sebelum selesai. Mereka yang membiasakan
menulis dua atau tiga paragraf lalu berhenti dan mendapatkan kenikmatan
dengan melakukannya berulang-ulang. Padahal, jiwanya mengeluh, bahkan
memaki diri. Bersengaja menyakiti diri, membunuh potensi diri, agar
rendah diri, tidak percaya diri.
Saya pernah menangani pasien khusus model begini, dan naauzubillahi
min zaliq. Files komputernya berisi tulisan sepersepuluh atau setengah
jadi. Tidak ada tulisannya yang selesai alias tuntas. Kagum juga
bagaimana dia membina kemampuan menulis tidak selesai. Pembiasaan luar
biasa dalam menyakiti diri. Sungguh pembangunan karakter yang aneh.
Pembangunan karakter? Yes.
Karakter adalah; sifat-siat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain: watak, tabiat (KBBI, 1998: 389).
Kawan kita ini benar-benar membangun watak menyakiti diri. Bagaimana
tidak. Menulis dimaksudkan, antara lain, untuk menuangkan pikiran,
mengeluarkan unek-unek, katarsis agar pikiran dan perasaan tidak
terbebani oleh berbagai sampah. Menulis sebagai proses pembebasan.
Masih ingat tulisan saya perihal menulis menuju refleks, otomatis
menulis? Manakala kita terbiasa menulis (mengetik) dimana ujung jari
tidak memerlukan mata untuk melihat posisi huruf pada keyboard komputer.
Manakala kita rutin salat pagi, begitu waktu salat Subuh masuk, seletih
apa pun, sekalipun tidur belum lama, langsung terbangun.
Mekanisme diri dilatih melalui pembiasaan dan kebiasaan. Seseorang
yang dilatih oleh gurunya mengkritisi tulisan orang lain sementara
seseorang lainnya dilatih menuliskan apa saja idenya, wataknya akan
berbeda. Bagi yang pertama, yang penting menghajar tulisan orang lain.
Pokoknya hajar. Yang kedua, akan melihat tulisan orang sebagai hal
positif, dan lebih penting berkarya. Menulis, bukan memasalahkan yang
menulis.
Kebiasaan buruk menulis dua atau tiga alinea hanya bisa dipunahkan
dengan satu cara: Menulis Tuntas. Melatih menulis sampai selesai. Cara
jitu membangun karakter tulisan dan penulisnya, membangun kepercayaan
diri.
Bagaimana menurut Sampeyan?
0 Comment to "Menulis (5.5): Menyakiti Diri"
Post a Comment