Thursday 15 December 2016

Menulis (4.10): Menulis Berterima Kasih

Ersis Warmansyah Abbas

KULIAH Globalisasi: International Education berakhir menjelang Magrib. Kami membahas buku, A Future Perfect The Challenge and Hidden Promise of Globalization, John Miclethwait dan Adrian Wooldridge setelah sebelumnya Culture Matters, L.E. Harrison dan S.P. Huntington. Buku yang kesekian belas.Kebetulan mendapat dua voucher dari Kompas menonton di studi XXI. Saya mau menonton dengan istri. Untung masa berlakunya sampai 31 Desember 2009.

Menjelang salat Isya pintu diketuk. Paket antaran JNE, buku The Big Ide (Donny Deutsh dan Catherine Whitney), Blink (Malcolm Gladwell), The Black Swan (Nassim Nicholas Taleb) — sudah dibaca— Your Best Life Now (Joel Osteen), The Diary of Dajjal (Noriagaa dan Accenar), Kesadaran Jiwa (Irmansyah Effendi), Jurus Anti-Gagal Dalam Menjual (Frank Bettger), Politik Sastra (Saut Situmorang), 1001 Kesalahan Berbahasa (E. Zainal Arifin dan Farid Hadi, Mencerdaskan Hati Melapangkan Dada (H. M. Syamlan), dan Gobang Semarang (Beno Siang Pamungkas dan Timur Sinar Suprabana).

Pengirimnya sahabat dunia maya dari Jakarta. Tidak eloklah disebut namanya. Bisa-bisa buku kirimannya sudah yang ke seratus. Untuk membantu aktivitas kepenulisan, dia pun telah membantu puluhan juta. Terima kasih.

Berterima kasih menjadi tema tulisan. Kalau ditulis bisa panjang. Seorang sahabat maya mengirim batik dari Solo, beragam pulpen sampai coklat dari Malaysia. Panjang deh kalau ditulis. Kalau bertemu darat, ditraktir makan gratis, tidak terhitung. Persahabatan dunia maya memang dahsyat.

Begitulah. Saya juga tidak berpikir panjang mengirim buku sebelumnya kepada puluhan orang. Pamrih? Ngaklah. Kalau ada yang meminta, sedang berkehendak memberi, ya kirim saja. Duh, ongkos kirimnya itu yang menantang. Ada yang dikirimi, tidak berkhabar. Ketawa saja. Rela kok.

Dengan kata lain, sepanjang kehidupan, sepanjang hari banyak hal bisa ditulis. Hari ini saya sudah menulis beberapa tulisan. Postingan di FB saja, barangkali banyak yang bosan membaca saking banyaknya. Bagaimana menulisnya? Ya, tulis saja.

Ahai. Saat kuliah hari ini menulis dua tulisan, sebelumnya lima tulisan. Artinya, disela-sela tugas keseharian menulis tujuh tulisan. Kok mudah amat. Ya, itu tadi. Saya menuliskan apa yang dialami, yang dipikirkan ya mudahlah. Kalau menulis ‘Teori Ekonomi Makro’ atau ‘Pergeseran Lempeng Eurasia’, baru memerlukan energi khusus.

Begitulah. Setiap helaan nafas aktivitas bergulir. Tidur pun, terkadang otak bekerja. Itu saja ditulis dengan polesan disana-sini tidak akan habis-habisnya. Tidak perlulah mencari ide untuk menulis dengan bertapa segala macam.

Yaps, Malam Minggu di kos saja. Mudahan mampu menyapu, membaca cepat semua buku. Sebagai mahasiswa, kemampuan membeli buku hanyalah buku penunjang kuliah. Kini ada buku umum. Seru kiranya membaca malam. Mengasyikkan. Terima kasih kawan.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (4.10): Menulis Berterima Kasih"

Post a Comment