Thursday 15 December 2016

Menulis (4.8): Menulis di Saat lapar

Ersis Warmansyah Abbas

HARI ini termasuk hari menyenangkan. Lima hari lalu ketika menimbang badan, bobot menaik, dari 66 kg menjadi 70 kg. Bertinggi 168 tentu tidak ideal. Makan kalau teman-teman ke kos. Saat ini semua orang sibuk. Alhamdulillah, bobot anjlok. Badan terasa lebih nyaman.

Saya ingin menulis, Bagaimana Saya Menulis. Eksperimen pertama, bagaimana sembari kuliah menulis. Lolos. Sembari berbincang-bincang, lolos. Persis seperti menulis saat mengikuti seminar. Menulis dalam berbagai kesempatan.

Mengurangi makan, memang membuat badan lemas, tetapi aktivitas menulis ternyata tidak terlalu terdenda. Setelah dihitung-hitung, produktivitas menulis menaik tajam. Dalam sehari menulis 5 sampai 7 tulisan ‘ringan-ringan’. Mengedit penelitian, sejarah perusahaan daerah dan sejarah daerah, melaju kencang. Eksperimen dapat dikategorikan berhasil. Ketika Gubernur Kalsel berkhabar di Bandung bersorak dalam hati, ingin mengujicobakan menulis disaat mengikuti acara. Berhasil.

Tersadar saat perut ‘bernyanyi’ menulis lebih buas. Saya puasa makan nasi. Begitu sampai di kos digoda lapar. Aih, eksperimen dilanjutkan. Bukannya makan, tetapi menulis. Hasilnya? Tulisan yang Sampeyan baca. Tidak ada hubungannya dengan menulis cepat, ini eksperimen sekaligus contoh motivasional.

Saya jadi ingat, kenapa saat bulan Ramadhan produktivitas menulis tingggi. Ada dua hal. Pertama, konsekuen melupakan hal lain. Kedua, melakukan sesuatu bisa mengabaikan yang lain.

Atau, melakukan sesuatu bersamaan. Hmm, lapar berbuah produktivitas. Hanya saja, jangan digeneralisasi. Eksperimen Bung. Teman-teman menikam: ”Loe bisa mati kalau tidak makan.” Benar. Ke rumah makan Padang, yu.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (4.8): Menulis di Saat lapar"

Post a Comment