Monday 12 December 2016

Menulis (5.4): Mempersoalkan Bukan Halnya

Ersis Warmansyah Abbas
Sebagai lulusan perguruan tinggi saya sangat berkeinginan menulis, tetapi kesulitan menulis. Menulis itu ada aturannya. Saya kesusahan menulis dan bergiat mempelajarinya dan kalau mempraktikkan menulis ala EWA dengan mengabaikan banyak aturan, apalagi aturan ilmiah, kurang sreg. Bagaimana ini?
BUKAN sekali dua-kali saya disalahmengerti, bahkan ditembak, menulis saenak edule. Ada yang konyol sembari menuduh tidak mempelajari teori menulis. Lebih sadis, tidak paham menulis ilmiah. Lengkaplah penderitaan sebagai penganjur menulis he he. Terkadang muncul gugatan di pikiran: Salah loe sih apa hebatnya memotivasi orang menulis. Buat apa berpayah-payah memotivasi. Jawaban diri?
 
Pertama, berkeyakinan banyak orang berkehendak menulis, tetapi berbagai kesulitan menggayutinya. Saya berkaca diri, tidak mudah mendapatkan (sedikit) kefasihan menulis. Diperdapat melalui proses belajar, lebih kepada otodidak, dengan melakukan, dan terpikirkan akan lebih baik dibagi kepada siapa yang membutuhkan. Lagi pula, entah apa sebabnya, ada kesenangan, buncahan bangga, manakala membaca karya tulis orang.

Kedua, berkeyakinan semakin banyak orang berkemampuan menulis semakin baik buat dia, keluarga, bangsa dan negaranya. Ada godaan menjadi penulis hebat, dan karena menyadari keterbatasan diri, mudah-mudahan dengan memotivasi lahir penulis hebat-hebat. Saya lebih berharap orang lain menjadi penulis hebat.

Ketiga, secara akademik telah belajar dari SD sampai S3 dan umur lebih setengah abad, pengalaman lumayan dan bermuatan pembelajaran, yang bagus kalau ditulis dengan bagus. Bisa? Bisa sih bisa, tetapi jauh dari harapan atawa tidak hebat-hebat amat. Keinginan menuliskan hal-hal tersebut dipelajari dan dilakukan dengan pengorbanan. Ringkasnya membangun formula Ersis Writing Theory. Kuncinya, memudahkan menulis, agar menulis mudah bagi banyak orang.

Keempat, menulis cara berbagi dengan murah meriah. Karena ini selalu meminta kepada teman-teman sharing kalau ada yang bermanfaat reguklah dan kalau berakibat buruk buang alias tidak usah dibaca. Saya berharap menulis sebagai ladang berbagi sesedikit apa pun.
 
Kembali ke pertanyaan pokok: EWA mengabaikan aturan? Tidak juga. Sebab, membuat formula baru, untuk kerennya diproklamirkan sebagai EWT. Ringkasnya, racikan kemauan, usaha, dan hal yang dipraktikkan dibungkus dalam formula memudahkan menulis, menulis ala EWA.

Katakanlah satu dari sekian formula, satu dari sekian cara, satu dari sekian kiat menulis. Pesannya, pilihlah yang cocok dengan diri masing-masing, yang mungkin dilakukan, dan menjadikan tulisan bermanfaat. Jadi, fokus diskusinya bukan sok hebat atau dungunya EWA, tetapi jalan mudah menulis. Bukan debat atau adu argumen. Setiap orang akan menemukan caranya sendiri. Mari menulis dan semoga menemukan kiat masing-masing. Bukan mempersoalkan yang bukan halnya. Amin.
 
Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (5.4): Mempersoalkan Bukan Halnya"

Post a Comment