Ersis Warmansyah Abbas
Sebagai lulusan perguruan tinggi saya sangat berkeinginan menulis, tetapi kesulitan menulis. Menulis itu ada aturannya. Saya kesusahan menulis dan bergiat mempelajarinya dan kalau mempraktikkan menulis ala EWA dengan mengabaikan banyak aturan, apalagi aturan ilmiah, kurang sreg. Bagaimana ini?
BUKAN sekali dua-kali saya disalahmengerti, bahkan ditembak, menulis
saenak edule. Ada yang konyol sembari menuduh tidak mempelajari teori
menulis. Lebih sadis, tidak paham menulis ilmiah. Lengkaplah penderitaan
sebagai penganjur menulis he he. Terkadang muncul gugatan di pikiran:
Salah loe sih apa hebatnya memotivasi orang menulis. Buat apa
berpayah-payah memotivasi. Jawaban diri?
Pertama, berkeyakinan banyak orang berkehendak menulis, tetapi berbagai
kesulitan menggayutinya. Saya berkaca diri, tidak mudah mendapatkan
(sedikit) kefasihan menulis. Diperdapat melalui proses belajar, lebih
kepada otodidak, dengan melakukan, dan terpikirkan akan lebih baik
dibagi kepada siapa yang membutuhkan. Lagi pula, entah apa sebabnya, ada
kesenangan, buncahan bangga, manakala membaca karya tulis orang.
Kedua, berkeyakinan semakin banyak orang berkemampuan menulis semakin
baik buat dia, keluarga, bangsa dan negaranya. Ada godaan menjadi
penulis hebat, dan karena menyadari keterbatasan diri, mudah-mudahan
dengan memotivasi lahir penulis hebat-hebat. Saya lebih berharap orang
lain menjadi penulis hebat.
Ketiga, secara akademik telah belajar dari SD sampai S3 dan umur
lebih setengah abad, pengalaman lumayan dan bermuatan pembelajaran, yang
bagus kalau ditulis dengan bagus. Bisa? Bisa sih bisa, tetapi jauh dari
harapan atawa tidak hebat-hebat amat. Keinginan menuliskan hal-hal
tersebut dipelajari dan dilakukan dengan pengorbanan. Ringkasnya
membangun formula Ersis Writing Theory. Kuncinya, memudahkan menulis,
agar menulis mudah bagi banyak orang.
Keempat, menulis cara berbagi dengan murah meriah. Karena ini selalu
meminta kepada teman-teman sharing kalau ada yang bermanfaat reguklah
dan kalau berakibat buruk buang alias tidak usah dibaca. Saya berharap
menulis sebagai ladang berbagi sesedikit apa pun.
Kembali ke pertanyaan pokok: EWA mengabaikan aturan? Tidak juga. Sebab,
membuat formula baru, untuk kerennya diproklamirkan sebagai EWT.
Ringkasnya, racikan kemauan, usaha, dan hal yang dipraktikkan dibungkus
dalam formula memudahkan menulis, menulis ala EWA.
Katakanlah satu dari sekian formula, satu dari sekian cara, satu dari
sekian kiat menulis. Pesannya, pilihlah yang cocok dengan diri
masing-masing, yang mungkin dilakukan, dan menjadikan tulisan
bermanfaat. Jadi, fokus diskusinya bukan sok hebat atau dungunya EWA,
tetapi jalan mudah menulis. Bukan debat atau adu argumen. Setiap orang
akan menemukan caranya sendiri. Mari menulis dan semoga menemukan kiat
masing-masing. Bukan mempersoalkan yang bukan halnya. Amin.
Bagaimana menurut Sampeyan?
0 Comment to "Menulis (5.4): Mempersoalkan Bukan Halnya"
Post a Comment