Thursday 15 December 2016

Menulis (3.2): Memilih Ide

Ersis Warmansyah Abbas

SIANG ini begitu selesai menulis ‘’Disapa Ide”, dua orang teman nongol di kos. Mereka menyulut diskusi bantuan pemerintah daerah, universitas, dan fakultas. Saya tidak tertarik. Sampai hari ini tidak menerima satu sen pun. Mau membantu atau tidak, sebodo. Titik.

Kedua kandidat Doktor tersebut sedang menulis disertasi. Mencari referensi tentang motivasi berbasik masyarakat. Buku Max Weber saya, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism dicopot begitu saja. Saya tambahkan dengan Achieving Society, Modernization of Man dan Individual in Siociety.

Sebelum pulang mereka saya titipan sangu pikiran: Kenapa olah raga kita tidak maju-maju? Biasalah, sebagaimana banyak intelektual, kalau ditanya perihal bidangnya, menjawab muter-muter. Sekalipun kesannya, rasional. Sebagai penggemar sepakbola, pikiran saya ‘bergerak’ cepat. Nah, coba beri saya alasan kenapa sepakbola Indonesia tidak maju-maju? Intinya, tidak terjawab. Muter-muter lagi.

Saya memilih pembinaan sepakbola dari beberapa sapaan ide untuk ditulis sebagai respon atas silaturrahim teman. Tidak perlu membaca buku berpuluh-puluh, survey berbulan-bulan atau menyediakan waktu khusus. Apalagi bermenung di WC (Ih jorok) atau bertapa di Gunung Kawi. Saya memilih ide sederhana, dalam jangkauan pikir, dan tidak membeban. Waktu saya terbatas.

Layangkan pikiran. Kalau menonton sepakbola Indonesia, hanya ada satu muaranya: Kecewa. Kalau menonton pertandingan sepak bola dalam berbagai ajang tingkat dunia, hanya ada satu hasilnya: Kalah. Hal tersebut berlangsung dari tahun ke tahun. Seumur-umur saya, tidak ada kemajuan. Apa sebab?

Saya tidak paham manajemen sepakbola atau pakar olah raga. Dalam buku Warisan Go Samola (2009), Dahlan Iskan pernah dinasehati Eric untuk tidak mengurus sepakbola. Dahlan tetap nekad. Hasilnya kekecewaan. Olahraga yang seharusnya didayung oleh sportivitas membangun sportivitas, ya justru sarat kecurangan. Sudah menjadi rahasia umum. Tangan Tuhan pun ikut berperan he he.

Kalau dianalisis dengan comounsense, akan geleng-geleng kepala. PSSI mengibarkan aneka liga. Pemain luar negeri dengan gaji besar merumput. Bertahun-tahun kompetisi, apa dampak positifnya bagi sepakbola nasional? Kalah dan kalah. Dana sedemikian besar, untuk gaji pemain asing, melenggang ke luar negeri. Adu jotos tetap terpaksa ditonton.

Pemko, Pemkab, dan Pemprov pun ada yang menyediakan dana milyaran. Padahal, kalau dibuatkan lapangan sepak bola di setiap kecamatan, dalam lima tahun hasilnya akan berbeda.

Nah, dari begitu banyak ide setiap hari, banyak hal dapat ditulis. Oh ya, terima kasih Visi atas hadiah ulang tahun untuk Bapak, buku: Ya Allah Tahu-Tahu Kini Saya Telah Tua. Tulisan ‘Memilih Ide’ sekadar contoh.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (3.2): Memilih Ide"

Post a Comment