Thursday 15 December 2016

Menulis (5.7): Menulis Salah, Asyiiik

Ersis Warmansyah Abbas

MEMBACA lawas, terkadang berbuah tawa. Sebenarnya sangat ingin membaca makalah semasa S1 atau S2, tulisan di Kompas, Sinar Harapan, Pelita, Jayakarta, Haluan, Bandung Post, Banjarmasin Post, Kedaulatan Rakyat, atau yang dimuat di berbagai media. Tapi, ya itu tadi, entah dimana.

From Virtu to Excellent, begitu saya menemukan tulisan lawas di media kampus yang dikelola mahasiswa. Bagus. Bangga. Tetapi, ada salah kata, untung bukan salah konsep. Pada satu tulisan di media cetak, menulis ‘kiat’, rupanya ditukar menjadi ‘kita’. Dasar redaktur kreatif.

Tetapi, yang hendak saya paparkan, menulis sesuatu, tidak berambisi tulisan tanpa salah. Apalagi, salah kata. Erwin D. Nugroho memberikan tata ejaan yang berlaku di Grup Jawa Pos. Salah? Ya, apa salahnya salah? Salah kok dijadikan pembunuh kreativitas. Salah, dimaknai dalam artian positif. Kasihan salah disalahkan terus. Memaknai salah dalam praktik dalam arti mengambil manfaatnya. Lho kok?

Bukankah dengan adanya salah, kita melakukan kesalahan, kita mengetahui, oh itu salah. Orang bodoh yang mau mengulangi kesalahan. Salah, jangan dijadikan hantu menakutkan. Belajarlah dari kesalahan. Kalau pemahamannya demikian, ya melakukan menulis jadi mengasyikkan. Menulis tanpa takut salah. Sebab, dari kesalahan kita belajar untuk benar.

Berbeda memang dengan orang ‘hebat’, yang hasil karyanya, begitu sempurna. Orang seperti saya, yang selalu —karena bodoh— berstatus pelajar melulu, ya tidak terlalu didenda ketakutan salah. Salah, ya biar. Belajar saja dari kesalahan agar benar. Enteng saja.
Bandingkan dengan orang yang baru belajar menulis, maunya sempurna. Kalau perlu, mengalahkan kehebatan J.K. Rowling atau Tony Burzan. Waduh, standarnya terlalu tinggi.

Apa tidak lebih baik, bagi pemula, menulisnya yang diutamakan? Hasilnya, berupa tulisan, itu yang diplototi. Oh salahnya disini, kurangnya disana. Pada bagian anu perlu ditambahkan anu, buang yang itu, dan seterusnya.

Artinya, belajar dari apa yang ditulis. Bukan, belajar dari apa yang diinginkan, dari impian, dari angan-angan, dari mau. Sungguh enteng, belajar dari, dan atau, mempelajari tulisan sendiri. Dari karya orang?

Bisa saja. Kita akan paham kesalahan atau kehebatan tulisan orang. Lalu, ketika menulis, tetap saja melakukan. Memperpanjang jalan. Belajar dari pengalaman kiranya baik.

Dengan demikian, belenggu salah tidak menjerat. Mampu memindai kemampuan, kekonyolan, atau kebodohan diri. Dan, bisa berbuah ngakak. Menertawakan orang lain, bisa berakibat buruk. Menertawakan diri, membuat geli, hiburan yang tidak memerlukan hal di luar diri. Asyik. Tetapi, jangan mematen salah. Itu salah he he. Mari salah untuk tidak salah.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (5.7): Menulis Salah, Asyiiik"

Post a Comment