Monday 19 December 2016

Menulis (4.3) Proses Kreatif dan Hikmah Menulis

Aris Rahman Yusuf
Admin Lingkar Literasi Putih Mojokerto

AWALNYA, menulis bagiku sebagai terapi untuk mengurangi masalah. Saat galau, saat sedang kesal, saat tidak ada yang bisa diajak komunikasi dengan tulisan aku “berbicara.” Saat mengenal blog (multiply) tahun 2009 aku menulis puisi, kata-kata mutiara, pengalaman sehari-hari dan sebagainya. Dari situ aku mengenal banyak penulis seperti Pipiet Senja, Asma Nadia dan lain sebagainya. Sekalipun tidak berkomunikasi aku membaca karya-karya mereka.
 
Pada tahun 2010 aku mulai rajin searching facebook para penulis. Aku “berkenalan” Bang Rudiyant dan berguru menulis melalui chatting. Aku pun berkenalan dengan banyak penulis dan berteman penulis di facebook serta grup-grup kepenulisan. Aku mulai gencar menulis setelah mengenal penerbit-penerbit indie seperti Leutika Prio, Hasfa Publisher. Kedua penerbit tersebut sering mengadakan lomba menulis.

Tetapi, dari tahun 2010 akhir sampai 2011 akhir, tidak satu pun tulisanku lolos. Puisi pertamaku lolos seleksi even puisi 7 baris yang diadakan oleh Grup Untuk Sahabat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Karena sering tidak lolos dan merasa uang dibuang sia-sia ke warnet, tahun 2012 aku berhenti menulis. Prestasi terbaikku, satu puisiku dimuat di Smart Linggau Pos.

Tahun 2013 aku mulai mencoba bangkit lagi. Aktif di grup-grup kepenulisan dan ikut lomba. Untuk mengirim materi lomba, aku minta bantuan teman-teman, satu diantaranya Pak Mulyoto M (Penulis Mojokerto). Alhamdulillah, setelah bangkit dari tidur panjang puisiku dimuat di Metro Riau bulan Januari 2013. Beberapa karyaku juara di lomba-lomba grup kepenulisan sekalipun bukan juara 1.

Sekalipun demikian, pada pertengahan tahun 2013 dari sekitar 100 puisiku tidak ada satu pun yang menang lomba. Akibatnya, aku memvonis diri: Aku tidak berbakat menulis. Beruntung aku berkenalan dengan Muhammad Rois Rinaldi (Penyair) dan Pak Gamal Komandoko (Novelis).

Intinya mereka menasihati agar tidak cengeng hanya gara-gara tidak memenangi lomba. Tulisan yang tidak lolos bukan berarti jelek, tapi masalah selera juri. Setiap tulisan akan menemukan pembacanya. Jangan galau dan sedih saat tulisan kita diejek, tidak lolos lomba karena suatu saat akan ada pembaca yang menyukainya dan bermanfaat. Nikmati saja proses menulis itu.

Tahun 2014, nasehat mereka terbukti. Tidak lolos di satu lomba, lolos di lomba lain. Yang penting konsisten. Beruntungnya lagi, seorang teman SD dan SMP meminjamkanku laptopnya. Berkat laptop tersebut aktivitas menulisku semakin lancar. Dalam pada itu, aku mengenal Mas Mochammad Asrori dan Mbak Evi Rakhmawati. Mereka ibarat kakak bagiku yang dengan sabar membimbingku. Berkat saran dan bimbingan mereka aku betul-betul bergairah menulis, apalagi setelah mendapatkan teman-teman yang saling menyemangati dalam komunitas LILIPUT (Lingkar Literasi Putih) yang kami bentuk pada bulan September 2014. Beberapa puisiku diterbitkan media lokal yang merupakan kebahagiaan tiada tara.

Akhir kata, mari menulis untuk terapi diri. Mari menulis untuk memotivasi dan berbagi. Menurut seorang Sahabat Nabi, ikatlah ilmu dengan menulisnya. Menurut Imam Ghazali: Jika kamu bukan anak raja atau orang kaya maka menulislah. Pramoedya Ananta Toer menegaskan: Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Menulislah maka dunia akan mengenalmu. Membacalah maka kau akan mengenal dunia.
 
Yaps, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan amal dan tulisan.
Amin.

https://www.facebook.com/ArisRahmanYusuf?fref=ts

Share this

0 Comment to "Menulis (4.3) Proses Kreatif dan Hikmah Menulis"

Post a Comment