Aris Rahman Yusuf
Admin Lingkar Literasi Putih Mojokerto
Admin Lingkar Literasi Putih Mojokerto
AWALNYA, menulis bagiku sebagai terapi untuk mengurangi masalah. Saat
galau, saat sedang kesal, saat tidak ada yang bisa diajak komunikasi
dengan tulisan aku “berbicara.” Saat mengenal blog (multiply) tahun 2009
aku menulis puisi, kata-kata mutiara, pengalaman sehari-hari dan
sebagainya. Dari situ aku mengenal banyak penulis seperti Pipiet Senja,
Asma Nadia dan lain sebagainya. Sekalipun tidak berkomunikasi aku
membaca karya-karya mereka.
Pada tahun 2010 aku mulai rajin searching facebook para penulis. Aku
“berkenalan” Bang Rudiyant dan berguru menulis melalui chatting. Aku pun
berkenalan dengan banyak penulis dan berteman penulis di facebook serta
grup-grup kepenulisan. Aku mulai gencar menulis setelah mengenal
penerbit-penerbit indie seperti Leutika Prio, Hasfa Publisher. Kedua
penerbit tersebut sering mengadakan lomba menulis.
Tetapi, dari tahun 2010 akhir sampai 2011 akhir, tidak satu pun
tulisanku lolos. Puisi pertamaku lolos seleksi even puisi 7 baris yang
diadakan oleh Grup Untuk Sahabat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Karena sering tidak lolos dan merasa uang dibuang sia-sia ke warnet,
tahun 2012 aku berhenti menulis. Prestasi terbaikku, satu puisiku dimuat
di Smart Linggau Pos.
Tahun 2013 aku mulai mencoba bangkit lagi. Aktif di grup-grup
kepenulisan dan ikut lomba. Untuk mengirim materi lomba, aku minta
bantuan teman-teman, satu diantaranya Pak Mulyoto M (Penulis Mojokerto).
Alhamdulillah, setelah bangkit dari tidur panjang puisiku dimuat di
Metro Riau bulan Januari 2013. Beberapa karyaku juara di lomba-lomba
grup kepenulisan sekalipun bukan juara 1.
Sekalipun demikian, pada pertengahan tahun 2013 dari sekitar 100
puisiku tidak ada satu pun yang menang lomba. Akibatnya, aku memvonis
diri: Aku tidak berbakat menulis. Beruntung aku berkenalan dengan
Muhammad Rois Rinaldi (Penyair) dan Pak Gamal Komandoko (Novelis).
Intinya mereka menasihati agar tidak cengeng hanya gara-gara tidak
memenangi lomba. Tulisan yang tidak lolos bukan berarti jelek, tapi
masalah selera juri. Setiap tulisan akan menemukan pembacanya. Jangan
galau dan sedih saat tulisan kita diejek, tidak lolos lomba karena suatu
saat akan ada pembaca yang menyukainya dan bermanfaat. Nikmati saja
proses menulis itu.
Tahun 2014, nasehat mereka terbukti. Tidak lolos di satu lomba, lolos
di lomba lain. Yang penting konsisten. Beruntungnya lagi, seorang teman
SD dan SMP meminjamkanku laptopnya. Berkat laptop tersebut aktivitas
menulisku semakin lancar. Dalam pada itu, aku mengenal Mas Mochammad
Asrori dan Mbak Evi Rakhmawati. Mereka ibarat kakak bagiku yang dengan
sabar membimbingku. Berkat saran dan bimbingan mereka aku betul-betul
bergairah menulis, apalagi setelah mendapatkan teman-teman yang saling
menyemangati dalam komunitas LILIPUT (Lingkar Literasi Putih) yang kami
bentuk pada bulan September 2014. Beberapa puisiku diterbitkan media
lokal yang merupakan kebahagiaan tiada tara.
Akhir kata, mari menulis untuk terapi diri. Mari menulis untuk
memotivasi dan berbagi. Menurut seorang Sahabat Nabi, ikatlah ilmu
dengan menulisnya. Menurut Imam Ghazali: Jika kamu bukan anak raja atau
orang kaya maka menulislah. Pramoedya Ananta Toer menegaskan: Menulis
adalah bekerja untuk keabadian. Menulislah maka dunia akan mengenalmu.
Membacalah maka kau akan mengenal dunia.
Yaps, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan amal dan tulisan.
Amin.
https://www.facebook.com/ArisRahmanYusuf?fref=ts
0 Comment to "Menulis (4.3) Proses Kreatif dan Hikmah Menulis"
Post a Comment