Thursday 15 December 2016

Menulis (4.7): Menulis di Pertemuan

Ersis Warmansyah Abbas

AKTIVITAS kehidupan beragam. Kalau lagi kuliah bisa jadi kita kurang peduli dengan aktivitas yang tidak berkaitan dengan perkuliahan. Sekalipun demikian, dengan mensiasati waktu aktivitas sosial bisa berjalan bersamaan. Kehidupan memang berwarna-warni.

Nah, Pak Gubernur Kalimantan Selatan berkhabar di Bandung. Bersama seorang teman kami ke kawasan BPP Jalan Kartini Bandung. Berbincang di ruang makan, acara segera dimulai. Memasuki ruang pertemuan, saya mencari stopcontack listrik. Soalnya ketika kuliah tidak sempat mencas laptop. Kenapa?

Mengikuti acara sembari menulis. Begitulah. Acara seremonial dibuka. Membuka dan menjawab komen di FB dan Blog. Lalu, mulai menulis. Pak Gubernur saat ini sedang bercerita; tentang dia, keluarganya, dan pembangunan Kalimantan Selatan.

Misi tulisan ini: mengikuti suatu acara, bukan berarti tidak bisa menulis. Mendengar penjelasan dan aktivitas menulis berlangsung.

Kuncinya tergantung bukan saja bagaimana kita memaknai waktu, tetapi, ini terlebih penting, beraktivitas dimana dalam aktivitas melakukan aktivitas tambahan. Dalam bahasa lain, aktivitas dapat dilipat dalam ruang waktu. Pak Gubernur bercerita tentang perikanan, pertanian, dan perkebunan, mampu saja dimengerti. 

Tulisan ini contoh ringan. Nah, hadirin bertepuk tangan dimana ketika Pak Gubernur bercerita tentang pembangunan pabrik minyak goreng. Lumayan bagus dia ‘berceramah’ tanpa teks. Saya semakin lincah menulis. Artinya, menulis tidak usah disusah-susahkan.

Saya telah memberi contoh konkret menulis saat kuliah, saat pertemuan, saat sedih, apalagi gembira. Setidaknya sebagai landasan obyektif, bahwa menulis itu bisa dimudahkan. Barangkali, pertanyaannya: Apakah yang ditulis dalam kondisi situasional berbobot? Kalau kita mampu menangkap apa yang berlangsung kenapa tidak? Memperhatikan bagaimana panitia menyediakan hidangan ala Banjar saja sudah sangat menarik.

Hanya saja, kalau berbobot dalam pengertian ilmiah-akademis, ya lain lagi ceritanya. Atau, teliti saja, dan tulis. Misal, pertemuan bisa dikaji dari kaca pandang politis, atau psikologi perantau. Bertemu di rantau, apa manfaatnya?

Bagi saya, tidak terlalu penting tema atau kondisi, yang penting menulisnya. Nampaknya, pidato Pak Gub belum separoh, sementara tulisan saya sudah selesai.
Kalau mau membahas tulisan bertema hebat dan berat, nah menulis disertasi. Jangankan puas, bisa muak melakukannya he he . Menulis sesuaikan dengan apa yang ditulis. Kita penentunya.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (4.7): Menulis di Pertemuan"

Post a Comment