Thursday 15 December 2016

Menulis (2.5) Menuliskan Hal-Hal Sederhana

Ersis Warmansyah Abbas

SUATU kali dalam perjalanan penelitian ke Kotabaru, sekitar 300 km dari Banjarbaru, terheran-heran dengan seorang enumerator. Mobil carteran terpaksa berhenti cukup lama menunggu dia buang air kecil. Ada apa? Penasaran saya bertanya, apakah didera penyakit kantung kemih?

Bukannya dijawab, malah dia ngakak. “Ulun masih muda Pak ai.” Ok, tetapi kenapa begitu lama? Lalu saya tanya, pakai celana dalam apa ngak? Tentu saja dijawab, ya. Lalu saya modelkan penampakkan CD yang bak kelelawar. Pada bagian depan ada ‘jalur khusus’ agar ‘burung’ langsung menjulur ke luar dan buang air lancar, nyus maknyus.

Ternyata, dia tidak paham fungsi ‘jalur khusus’ tersebut. Sudah puluhan tahun memakai CD tidak paham secara detail. Pada contoh lain, suka iseng menggoda cewek-cewek hal remeh-temeh: Apa tu kepanjangan BH? Nah, banyak yang tidak mampu menjawab. Kepanjangan saja tidak mengerti, apalagi fungsinya.

Padahal dipakai hari-hari. Kalau begitu tidak usah pakai BH. Mereka terbelalak. ”Pakai kutang saja. Dimengerti seketika, dan ini lebih penting, nasionalistik”, kata saya cuek bebek. Banyak hal sederhana yang dinikmati setiap hari, tetapi tidak dipahami. Kacian deh lo.

Kita selayaknya memperhatikan segala hal, sampai ke hal paling sederhana dalam kehidupan. Kata lainnya, cermat. Melatih kecermatan dalam kehidupan, apalagi dalam kaitan menulis sangat penting. Sebab, dengan demikian ketajaman melihat sesuatu akan menjadikan kita mengerti, paham, memahami. Memperhatikan hal-hal keseharian tidaklah susah dibanding memahami pemikiran Aristoteles, Thomas Aquinas, Rene Descartes, David Hume, atau Immanuel Kant.

Menulis mudah menulis apa yang dimengerti, apa yang dipahami, apa yang dialami, apa yang dipikirkan, atau mampu dipikirkan. Menulis dalam artian membahas kenapa Pluto ‘dipecat’ sebagai satelit matahari (atau Bumi ya), Teori Gravitasi, Teknologi Kino, atau Flu Burung memerlukan pemahaman tingkat tinggi. Serahkan saja pada ahlinya.

Jangankan kita yang ‘anak kemarin sore’ banyak penyandang doktor bergelar profesor, tidak mampu menulis keahliannya. Dengan kata lain, dalam menulis berkaca diri itu penting. Perhatikan serial tulisan saya. Menulis dari pemikiran dan pengalaman. Menulis hal-hal sederhana saja dulu.

Tajamkan tolehan ketika pergi ke kampus atau ke kantor, kalau bertemu Pak Polantas yang mengatur lalu lintas, apakah pikiran dan rasa tidak terpantik? Pasti empati menyelimuti diri. Tulis hal-hal baik tentang polisi.

Begitu juga otak akan bekerja kalau bangsa ini dituduh pemalas. Lihatlah Pak Tani di sawah, atau buruh di pelabuhan dari pagi membanting tulang. Pemalas? Yang pemalas itu mereka yang suka teriak-teriak, mereka yang berdasi. Sistem upah yang membuat orang rajin mendapatkan gaji sedikit, menjadikan kemiskinan struktural.

Jadi, mari menulis. Menulis hal-hal sederhana, yang dipikirkan, yang dipahami, yang dialami. Menulis mudah.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (2.5) Menuliskan Hal-Hal Sederhana"

Post a Comment