Tuesday 13 December 2016

Menulis (5.8) Raja Komentar

Ersis Warmansyah Abbas
Sejak mengenal facebook saya rajin membaca tulisan teman-teman, dan berusaha memberi komentar. Tulisan teman-teman menambah pengetahuan dan memperluas wawasan, dan komentar saya dinilai bagus. Tetapi, begitu menuliskan ide mandek. Kenapa?
KOMENTAR saya sengaja didramatisir. “Coy. Kamu paham bukan? Saya memberi kuliah, memeriksa tugas kalian dan menilai, melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat sebagai tugas pokok. Kamu belum beristeri bukan? Saya harus ‘bercengkerama’ dengan istri dan mendidik anak-anak.”
 
Tentu tidak lupa, sering menyajikan makalah, mengadakan seminar, menerbitkan media cetak, memelihara kolam, dan seabrek lainnya. Tentu, memerlukan pemikiran, energi, dan ingat … dalam sehari tersedia 24 jam. Disela aktivitas tersebutlah menulis. Menulis bukan pekerjaan utama.

Tidak ada yang salah dengan komentar, berkomentar. Gara-gara masalah yang diketengahkan kawan kita ini, postingan FB saya sengaja tidak ngetag ke siapa saja untuk beberapa saat.
Hayya, kalau tidak di-tag nanti tidak ada pengunjung atau tidak dikomentari. Tidak ada pengunjung, tidak ada komentar, ya biar saja. Kalaupun ngetag tujuannya agar dibaca, dan Alhamdulilah bila bermanfaat. Kita menulis bukan untuk diri saja. Ngetag dan saling berkomentar adalah penghormatan dalam persahabatan menulis.

Dalam pandangan saya, komentar bagus sejauh bermakna komentar. Kalau Raja Komen memang super hebat. Saya menandai betapa hebatnya seseorang, begitu diposting langsung dijempolin dan dikomentari; bagus. Sejak lama saya melatih diri membaca cepat dan menulis cepat, eit tidak apa-apanya dibandingkan Raja Komen.

Hanya saja, dalam kaitan ”Kebiasaan Buruk Menulis” didiskusikan dalam tinjauan berbeda. Berkomentar itu menulis lho; membaca sesuatu, memahami, memutar ide tentangnya, dan menuliskan sesuai tujuan berkomentar. Komentar cerdas yang biasanya dalam beberapa kalimat bisa jadi lebih hebat dari tulisan itu sendiri. Komentar bersyukur bernada bermanfaat sebagai bacaan. Komentar membunuh manakala dimaksudkan untuk menikam. Ada juga pengikut aliran ini.

Melatih dan membiasakan berkomentar? Bagus. Pertanda perhatian, apresiasi. Tetapi, ya tetapi, lebih bagus berkomentar dalam melatih dan membiasakan menulis dalam arti merangkai ide, menganyam gagasan, dan melontarkan pandangan. Artinya, mengemukakan pendapat sendiri.

Apa pun jadinya, komentar ada setelah adanya tulisan, setelah membaca tulisan. Potensi mereka yang berkomentar potensi repons, merespon tulisan. Mereka yang menulis melatih kemampuan berbuat, melakukan, memproduksi tulisan. Posisi dan kedudukannya berbeda, Pertanyaannya: memilih menjadi Raja Komen atau Raja Nulis?

Sisi lainnya, bisa buram, manakala kemampuan berkomentar (negatif) berujung kepada —bisa-bisa melabelkan diri— sebagai kritikus. Puncaknya, manakala mengkritisi, apalagi berhasil menyakiti penulis melalui komentar atas tulisannya, dimaknai sebagi kehebatan. Pokoknya, kalau berhasil menyakiti bangga luar biasa, merasa hebat dan berjingkrak-jingkrak bak mendapatkan Piala Olimpiade. Ini penyakit namanya.

Pada sharing menulis selalu saya tekankan, berkomentar, mengkritisi itu bagus dalam ranah konstrukif. Artinya, membangun semangat, memberi masukan, atau mahimungi agar penulis semakin giat (belajar) menulis. Bukan, ya bukan membunuh semangat menulis. Yang terakhir biasanya dilakukan oleh guru salah makna, guru salah tempat, atau iblis yang kesasar menjadi guru.

Raja Komen OK, lebih OK melatih menulis dari pikiran sendiri. Sekali lagi, komentar adalah respon atas tulisan (pikiran) orang lain. Menulis produk pikiran yang memerlukan pengetahuan, keterampilan, me-manage waktu sampai kondisi dan situasi sehingga mampu memproduksi tulisan. Sesuatu yang dijauhi mereka yang enggan melakukan atau berbuat. Konon, menembak dari atas pelana kuda lebih mudah.

Yaps, kembali ke inti soal, memunahkan kebiasaan buruk menulis, ya dengan menulis, menulis, dan terus menulis. Semoga.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (5.8) Raja Komentar"

Post a Comment