Thursday 15 December 2016

Menulis (2.4): Menuliskan Kemauan

Ersis Warmansyah Abbas

DALAM memotivasi menulis, saya suka mencontohkan mereka yang berkemauan kuat. Satu diantaranya Hanna Fransiska. Pertama sharing dia mengirim tulisan tangan yang sangat nyeni. Saya meminta tolong Syamsuwal Qomar dan Rahayu Suciati, anggota KP EWAM’Co., untuk mengetiknya agar mudah dibaca.

Hanna, pengusaha showroom mobil sukses berkemauan menulis. Qomar dan Suciati mahasiswa bahasa Inggris yang sedang menulis skripsi. Mereka sama-sama termotivasi setelah membaca buku Menulis Sangat Mudah (2007). Bila kemauan kuat menulis, pasti bisa.

Ketiganya ‘dikerjain’. Qomar dan Suci menulis apa yang dipikirkan, selain tugas perkuliahan. Setiap hari wajib menulis satu tulisan. Kalau tidak menulis, berarti sharing bubar. Tentu saja, tanpa mengganggu, menulis skripsi. Buku tersebut dicetak penerbit GAMA MEDIA Yogya. Bangga alang kepalang ketika buku mereka dipajang di TB Gramedia. Mereka akan tercatat sebagai orang yang berstatus mahasiswa (S1) telah menulis buku.

Hanna menulis kisah hidupnya. Dari kecil, dari keluarga bersahaja di Singkawang, sampai menjadi pengusaha sukses. Air mata sering hampir ‘terjun’ membaca kisah anak Tionghoa gigih tersebut. Sekalipun sangat awam dalam pengungkapan, orisinalitas tulisannya memberi harap.

Buku tersebut urung diterbitkan karena pertimbangan keluarga. Kini, Hanna menjadi penulis produktif. Sajak-sajaknya menyentuh. Mengingat-ingat semasa mereka belum apa-apa, jadi geli. Kemauan mengalahkan keawaman menulis. Menulis, tidak cukup bermodal mau saja. Mau harus ditandem mampu. Untuk meraih mampu, hanya ada satu jalan. Dilakukan. Hanna, Qomar, Suci, dan puluhan lainnya telah membuktikan.

Saya bukanlah orang yang paham tulis-menulis. Bukan mahasiswa Fakultas Sastra, apalagi ahli teori menulis. Tapi, ya itu tadi, berkemauan menulis; menulis apa saja. Kalau ada kehendak menulis, tulis, habis perkara. Hal tersebut kemudian dijadikan virus menulis yang disebarkan kepada banyak orang; siapa saja yang mau terkena serangan virus menulis.

Entah bagaimana awalnya, banyak yang bertanya ini-itu tentang menulis. Dijawab sesuai pemahaman. Lama-lama, bukan di dunia nyata saja, di dunia maya lebih marak. Saya tidak ingat siapa saja dan berapa orang yang sharing menulis. Manapula ‘terjerat’ menulis untuk aneka seminar dan pelatihan.

Pelajarannya, manakala berkemauan menulis, menulis menjadi hal tidak membeban. Menulis menjadi mudah. Kita tidak akan terjebak alasan ini-itu untuk menulis. Ada waktu, ada kesempatan, walau sedikit, menulis.Tidak perlu menunggu menjadi profesor dulu, tidak usah menunggu mood, atau hal-hal sepadan yang tidak ada hubungan langsung dengan menulis. Berkemauan menulis, ditulis, jadilah tulisan. Menulis mudah memang. Salam menulis.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (2.4): Menuliskan Kemauan"

Post a Comment