Thursday 15 December 2016

Menulis (4.5): Menulis Menjepit Waktu

Ersis Warmansyah Abbas

MENULIS yang baik menulis di tempat yang bersih, tertata, aman, berkondisi kondusif. Mana pula peralatan serba hebat, ketika dompet lagi tebal-tebalnya, pikiran terang, dan seabreg hal ideal lainnya. Kalau membaca hal sedemikian, kalau tidak tertawa mesem, saya curiga: Enak saja loe membuat aturan demikian? Bagaimana dengan saya yang tidak mungkin memenuhi segala kehebatan tersebut?

Bacalah buku tuntunan menulis, isinya ya begitu-begitu. Apalagi, kalau soal mood. Menulis harus tergantung mood, harus disaat in the mood. Aneh-aneh saja. Kenapa kok tidak mood yang dikondisikan. Hal ideal tentu saja diharapkan, tetapi kita hidup dan berkehidupan dalam realitas. Tembus tembok aturan tersebut. Hancurleburkan.

Karena sadar tidak mungkin menulis di suasana ideal, saya membiasakan menulis bila ada kesempatan. Keinginan menulis tidak mau digadaikan pada aneka teori tersebut. Kalau diikuti berarti tidak membiarkan saya menulis. Ah, perduli amat dengan teori. Sebodo.

Ada satu hal, saya menulis lebih ganas kalau mepet. Saya belajar jangan dijepit waktu, tetapi melatih menjepitkan waktu. Misalnya, ketika menulis tulisan ini tengah berlangsung diskusi kelas. Saya sudah membaca makalah, tidak perlu lagi mendengar penyaji. Toh sambil menulis bisa mendengar.

Secara berseloroh, saya katakan kepada seorang teman. “Pulang kuliah, timpuk anjing yang selalu menggonggong ketika kita lewat. Sampeyan akan dikejar. Parit dua meter atau tembok 1 meter, terlompati. Begitu dilakukan waktu normal, ngak bisa deh.”
Artinya, pada saat terjepit, potensi diri bangkit memainkan peran konstruktif. Nah, kenapa potensi diri tidak diasah? Kalau lagi senggang, waktu banyak, malah leyeh-leyeh, leha-leha.

Perhatikan Quraisy Shihab, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, atau banyak lagi, memangnya mereka berkeluangan waktu? Mereka orang sibuk. Lho, menulisnya kok ‘ganas’? Mana tahu nanti mereka mau membuka ‘rahasia’. Kita tidak akan pernah menjadi, atau seperti mereka. Tetapi, tidak salah pula merubah mindset, disela-sela kesibukan, menulis.

Gagasan ini ditujukan kepada mereka yang sibuk tetapi berkeinginan menulis. Mula-mula saya heran, semakin banyak pekerjaan, terutama dalam menulis berbagai hal, semakin banyak hasilnya. Kenapa? Karena dikerjakan, dilakukan, dan dengan melakukan hasilnya berupa tulisan, beban berkurang, dan potensi berkembang.

Ya, kuncinya karena dilakukan. Coba bandingkan, setiap hari berdiskusi, di rumah, di kantor, di ruang seminar, di gardu ronda, apa hasilnya? Paling-paling kecerdasan terasah, tetapi tidak kemampuan menulis. Ya, kalau berkehendak menulis, manfaatkan waktu untuk menulis, termasuk waktu yang tidak mendukung.
Menjepit waktu untuk menulis,mana tahan he he.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Share this

0 Comment to "Menulis (4.5): Menulis Menjepit Waktu"

Post a Comment