Wednesday 7 December 2016

Menulis (5.5): Mengatasi Kesulitan Menulis

Sidiq Nugroho
Mahasiswa UIN Malang

ADA hal mendasar yang dilupakan, terutama oleh generasi sekarang. Apakah itu? Usia. Kehidupan tidak selamanya. Hidup hanya sebentar. Lazimnya usia manusia berkisar antara 60-80 tahun. Menurut pepatah Jawa: “Urip ono dunyo sepiro lawase, diibaratno wongkang mampir ngombe.” Sungguh betapa sebentarnya kehidupan manusia di muka bumi. Tidak. Sebenarnya manusia bisa hidup kekal selama bumi dan alam seisinya belum berakhir alias kiamat. Bagaimana manusia bisa hidup selama nya? 

Ya semua manusia bisa, siapa pun orangnya pasti bisa, asalkan mempunyai kemauan atau tekat yang kuat dan mau melakukannya. Tentu bukan dengan terapi atau minum obat awet muda seperti Nabi Haidir AS yang minum maul hayat (air kehidupan). Caranya ialah dengan menulis. Ya dengan menulis anda akan kekal abadi. Tulisan-tulisan anda akan tetap ada, pemikiran-pemikiran anda akan diketahui oleh orang lain sebagai bukti bahwa anda pernah hidup dan tetap ”hidup”. Tanpa menulis, belum tentu orang-orang dimasa depan tahu bahwa anda pernah hidup, terlahir di dunia.

Kalau pahlawan bisa hidup ”lama” karena kehidupan mereka ditulis dengan perjuangan yang mereka lakukan. Anda bukan pahlawan atau orang terkenal yang menemukan sesuatu yang bermanfaat buat manusia bukan? Nah, karena itu, kalau ingin hidup ”abadi” menulislah. Memberi inspirasi kepada orang lain melalui tulisan-tulisan kita.

Tidak sedikit orang yang mengatakan menulis itu sulit. Menulis itu sulit? Ah, itu hanya persepsi belaka. Kalau pun benar menulis itu sulit atau sukar, tentu ada jalan untuk mengatasinya. Berikut kesulitan-kesulitan yang dialami banyak orang dianalisis dalam kancah mencari solusinya.

Tidak Punya Inspirasi

Solusinya? Yuhu … banyak kawan solusinya. Memang banyak diantara kita yang tidak menyadari bahwa banyak hal di sekitar kita yang bisa dijadikan inspirasi. Hal pertama ialah iqra’ (membaca). Allah SWT mengajarkan umat Islam melalui ayat pertama Al-Quran ialah iqra’. Hal itu mengindikasikan bahwa dalam kehidupan di dunia ini bekal pertama yang diperlukan adalah membaca. Namun jangan memaknai membaca dalam artian yang sempit terbatas pada membaca literatur saja. Kata iqra’ artinya “bacalah” dalam tata bahasa merupakan fi’il mutaady (kata kerja yang membutuhkan objek: transitif). Namun dalam ayat tersebut, maful (objeknya) tidak disebutkan sehingga perintah membaca universal sifatnya, membaca apa saja yang kita temui.

Ketika berjalan-jalan di mal, kita bisa membaca keadaan, memperhatikan dan mendeskripsikan cara berpakaian yang lagi ngetrend. Lalu kita bisa menulis misalnya, pandangan Islam tentang adab berpakaian.

Selain membaca situasi, membaca buku atau media cetak tentu tidak boleh ditinggalkan sebab banyak pengetahuan yang bisa kita dapatkan. Dengan membaca kita berkomunikasi dengan penulis. Kita bisa mengetahui berbagai macam pemikiran orang. Dengan membaca kemampuan otak berkembang dan mengaktifkan saraf-saraf otak. Otak menjadi sehat.

Perlu diperhatikan! Ada hal ”mengganggu” yang sering dilalaikan penulis pemula, yaitu mencatat. Ingat, mencatat sangat berguna untuk mengingat pokok-pokok pikiran. Yang perlu dicamkan lagi, jangan hanya sekedar mengingat dalam otak. Tulis di buku catatan atau HP jika tidak membawa perlengkapan untuk menyelesaikan tulisan.

Kalau mau memakai model Pak EWA (Ersis Warmansyah Abbas), mencatat dilakukan di otak. Saya sengat setuju. Namun, hal itu kiranya sulit dilakukan para pemula. Mencatat di buku catatan atau alat lainnya seperti HP, saya rasa lebih efektif dan akan sangat membantu. Manusia disebut al-insan karena sifat nisyan (lupa) yang melekat pada dirinya. Jadi agar mendapat bantuan dan antisipasi manakala lupa dengan inspirasi-inspirasi yang kita dapat, kita bisa menulis, mencatatnya terlebih dahulu di note.

Pepatah menyatakan “Inspirasi-inspirasi itu ialah binatang buruan, maka ikatlah buruanmu itu dengan tali yang kuat yakni mencatatnya”. Mencatat kunci sukses para penulis. Dalam dunia Islam siapa yang tidak mengenal kitab “fathul mu’in”, kitab fiqh yang masyhur di kalangan pesantren tersebut merupakan hasil catatan-catatan penulisnya setiap mengikuti pengajian gurunya yang kemudian dikomentari.

Kurang Percaya Diri

Kawan, kenapa tidak PD dengan tulisan sendiri? Apa sebenarnya penyebabnya? Tulisan tidak memaksa anda untuk melakukan ini itu yang menyulitkan. Setiap penulis bebas mengekspresikan tulisan dan dengan gaya tulisannya masing-masing. Kita tidak dituntut untuk mengikuti gaya tulis tertentu. Pembaca pun mempunyai kesukaan sendiri mengenai gaya tulisan atau bahasa yang digunakan penulis. Ada yang suka dengan bahasa yang sederhana dan tidak bertele-tele, ada juga yang suka banget dengan bahasa yang penuh dengan majas-majas, bahasa sindiran yang tidak diungkapkan secara langsung. Oleh karena itu, penulis tidak perlu rendah diri dan merasa tidak PD dengan tulisannya. Pasti ada orang yang menyukai tulisan anda. Yakinlah!

Bingung Mau Mulai Menulis
Setelah kita bisa PD, biasanya yang sering muncul ialah pertanyaan dalam benak kita “mau mulai nulis dari mana”. Oke brother and sister, nyantai aja. Menulis dari mana saja boleh.

Apa yang ada dalam pikiran kita sekarang bisa dituliskan. Contoh kecil, saat kita makan lalu tiba-tiba dalam benak kita ada pikiran “kok mahal banget sih makanan ini”, anda bisa menuangkannya dalam tulisan yang bertema “menyantap makanan lezat di atas kelaparan rakyat.” Intinya tulislah apa yang ada di pikiran.
Kembali ke pembahasan sebelumnya tentang catatan, catatan juga membantu kita untuk memulai menulis. Pokok-pokok pikiran yang kita catat bisa diotak-atik sebagai sebuah rangkaian gagasan. Dan yang pasti mulailah menulis sekarang! Tulislah apapun yang ada di pikiran anda. Dengan menulis, pikiran kita bisa mengalir. Rangkaian kata-kata akan terus tertulis. Kalau sudah begitu, jangan memikirkan apapun. Terus rangkailah kata-kata, urusan editing jangan dipikir.

Tugas kita hanya menyelesaikan menulis.

Allah SWT yang mengajar manusia dengan perantaraan qalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al-‘Alaq: 4-5). Maksudnya Allah SWT mengajar manusia dengan perantaraan tulis-baca. Kalau dipikir-pikir, saat kita menulis, inspirasi akan datang sendiri. Mungkin ini sebuah ajaran dari Allah SWT untuk orang yang mau menulis. Percaya atau tidak percaya memang seperti itu. Tulislah dan rasakan getarannya. Menulis adalah amanah Allah SWT sebagai kewajiban manusia. Tidak usah berdebat lagi selagi apa yang ditulis tentang kebaikan dan dimaksudkan untuk kebaikan, tulislah.

Mengolah Atau Mencari Kata yang Pas

Saya ingatkan kembali bahwa penulis mempunyai gaya bahasa dan ciri khas, jadi tidak perlu bingung dalam mengolah atau mencari kata yang pas. Kunci dalam pengolahan kata ialah membiasakan membaca buku dan menulis. Semakin banyak buku yang dibaca, maka semakin banyak kosakata anda. Hal ini tentunya akan memudahkan anda dalam pemilihan kata saat menulis. Namun, membaca saja belum cukup, anda harus terbiasa menulis. Kebiasaan menulis akan mengasah kemampuan menentukan diksi.

Selanjutnya mari pupuk semangat menulis. Untuk mendapat semangat, anda perlu motivasi. Motivasi bisa berasal dari diri sendiri maupun orang lain. Namun, motivasi terbesar dan yang tak pernah padam ialah motivasi yang datang dari Allah SWT. Menulis pekerjaan mulia sebagai dakwah. Ya dakwah bil kitabah. Dakwah mengalir pahalanya meskipun penulis telah tiada.

Oleh karena itu banyak ulama’ Islam yang mengabadikan dakwahnya dalam berbagai kitab. Berjuz-juz bahkan berjilid-jilid sebagai bukti pentingnya menulis dan betapa besar fadhilahnya. Mari menulis untuk kebaikan.

Semoga. Amin.

Share this

0 Comment to "Menulis (5.5): Mengatasi Kesulitan Menulis"

Post a Comment