Ma’rifatul Jannah
Mahasiswa Jurusan BSA UIN Malang
Mahasiswa Jurusan BSA UIN Malang
MENULIS merupakan hal sangat menyenangkan, mengasyikkan dan
melegakan. Bagaimana tidak, dengan menulis kita bisa meluapkan ide-ide,
pikiran atau perasaan yang mungkin terbendung dan sulit untuk diutarakan
secara lisan. Menulis alternatif ketika bibir membisu, karena kalau
tidak menulis, otak bak bendungan yang menahan segala hal sehingga
memanaskannya. Manakala jari-jari menari-nari menyalurkan sehingga
berfungsi meringankan beban otak. Menulis merupakan katarsis.
Sayangnya manakala menulis, kita sering mengalami
kemacetan-kemacetan. Saat menulis tiba-tiba seperti ada sesuatu yang
menghalau di fikiran kita. Aku harus menulis apa? Memulai darimana?
Bagaimana memulainya? Dan bermacam-macam pertanyaan yang melayang-layang
di otak sehingga membuat kita terdiam tanpa bisa memulai menulis
sehingga terjadi kemacetan menulis. Otak bekerja berusaha mencari-cari
jawaban dari pertanyaan yang kita ciptakan sendiri. Padahal, manakala
kita bertekad menulis, kita tinggal melakukan, memulai menulis,
melakukan (menulis). Hal tersebut yang diperlukan, lakukan.
Adakalanya, kita sudah mempunyai ide. “Ahaaa … ting …” Ide sudah
menyantol di saraf otak, tetapi pena yang digerakkan, tiba-tiba macet.
Seakan-akan tinta di dalamnya sudah habis. Ibarat pena itu sendiri,
ujung pena macet karena ada sesuatu yang menyumbatnya. Atau, tinta di
dalamnya ada yang beku. Begitu juga otak kita. Tiba-tiba pikiran
melayang entah kemana.
Selanjutnya bergabung kesulitan membagi waktu. Seakan-akan kita
merasa sangat sibuk dengan aktivitas rutin harian sehingga untuk
meluangkan waktu untuk menulis hampir tidak ada peluang. Padahal, jika
kita meluangkan sedikit saja waktu di sela-sela kesibukan, sangat
berarti bagi aktivitas menulis. Dengan sedikit waktu manakala dilakukan
terus-menerus, istiqomah menulis, hasilnya sungguh dahsyat.
Akannya ide, tidak usah dirisaukan. Ide muncul pada waktu yang tidak
tepat. Di tempat-tempat atau dalam keadaan-keadaan tertentu ide muncul
begitu saja. Manakala tidak ditulis, biasanya disimpan, eit ketika
hendak menulis, misalnya sesampai di kamar, Si Ide terbang bagai burung
lepas dari sangkarnya.
Manakala hal tersebut berulang dan kita biarkan, daya simpan otak
akan melemah. Dalam bahasa umumnya, lupa. Lupa itu manakala sudah
membiasa, bak lapisan dinding yang menyimpan ingatan, tetapi tidak
lepas. Ide “terkunci” di otak, terlalu kokoh untuk ditembus dan
dikembangkan. Saking kuatnya, tidak ingat lagi.
Rasa malas atau kebosanan adalah kesulitan menulis berikutnya.
Manakala malas mencapai stadium akut sedangkan, misalnya tugas menulis
harus dikerjakan, menulis berbuah kemandekan. Mata berjam-jam beradu
pandang dengan sinar laptop yang menyilaukan. Mata terasa panas, rasa
kantuk datang, lelah, letih, lemah, lesu tambah satu kata lagi linglung
bisa jadi. Kita dipaksa dan terpaksa menulis meski mata dan otak sudah
minta ampun. Akibatnya tulisan tidak menjadi.
Dalam pada itu, manakala bergabung kelakuan menunda-nunda waktu
menulis, maka lengkaplah kemalangan dalam menulis. Seringkali kita
menunda-nunda waktu untuk menulis. Niat atau keinginan untuk menulis
sudah ada dalam hati, akan tetapi untuk mulai mengaplikasikannya itu
masih kita tunda-tunda tidak langsung saat itu juga kemudian mengambil
buku dan pena atau mengambil laptop untuk mengetiknya. Sebenarnya hal
ini sama halnya dengan poin malas. Poin antar poin semua ada
keterkaitannya.
Pengalaman dalam perkuliahan dimana kita harus menulis tentang tema
yang sudah ditentukan. Kita harus mengembangkan ide dari tema tersebut.
Jika pikiran dan hati lagi in the mood, bolehlah, tidak masalah. Tetapi
jika sedang bad mood tentu saja hasilnya berbalik dengan apa yang
diharapkan. Karena itu, dalam menulis selalu pelihara in the mood,
jadikan suasana hati nyaman untuk menulis.
Yaps, menulis gampang-gampang susah. Sekalipun demikian, seperti yang
saya tulis pada awal tulisan ini, sesungguhnya menulis merupakan hal
sangat menyenangkan, mengasyikkan dan melegakan. Syaratnya mudah, latih
diri agar selalu dalam status siap untuk menulis.
Selamat menulis.
0 Comment to "Menulis (3.8): Kemacetan Lalu-Lintas Otak"
Post a Comment