Tuesday 6 December 2016

Menulis (3.8): Kemacetan Lalu-Lintas Otak

Ma’rifatul Jannah
Mahasiswa Jurusan BSA UIN Malang

MENULIS merupakan hal sangat menyenangkan, mengasyikkan dan melegakan. Bagaimana tidak, dengan menulis kita bisa meluapkan ide-ide, pikiran atau perasaan yang mungkin terbendung dan sulit untuk diutarakan secara lisan. Menulis alternatif ketika bibir membisu, karena kalau tidak menulis, otak bak bendungan yang menahan segala hal sehingga memanaskannya. Manakala jari-jari menari-nari menyalurkan sehingga berfungsi meringankan beban otak. Menulis merupakan katarsis.

Sayangnya manakala menulis, kita sering mengalami kemacetan-kemacetan. Saat menulis tiba-tiba seperti ada sesuatu yang menghalau di fikiran kita. Aku harus menulis apa? Memulai darimana? Bagaimana memulainya? Dan bermacam-macam pertanyaan yang melayang-layang di otak sehingga membuat kita terdiam tanpa bisa memulai menulis sehingga terjadi kemacetan menulis. Otak bekerja berusaha mencari-cari jawaban dari pertanyaan yang kita ciptakan sendiri. Padahal, manakala kita bertekad menulis, kita tinggal melakukan, memulai menulis, melakukan (menulis). Hal tersebut yang diperlukan, lakukan.

Adakalanya, kita sudah mempunyai ide. “Ahaaa … ting …” Ide sudah menyantol di saraf otak, tetapi pena yang digerakkan, tiba-tiba macet. Seakan-akan tinta di dalamnya sudah habis. Ibarat pena itu sendiri, ujung pena macet karena ada sesuatu yang menyumbatnya. Atau, tinta di dalamnya ada yang beku. Begitu juga otak kita. Tiba-tiba pikiran melayang entah kemana.


Selanjutnya bergabung kesulitan membagi waktu. Seakan-akan kita merasa sangat sibuk dengan aktivitas rutin harian sehingga untuk meluangkan waktu untuk menulis hampir tidak ada peluang. Padahal, jika kita meluangkan sedikit saja waktu di sela-sela kesibukan, sangat berarti bagi aktivitas menulis. Dengan sedikit waktu manakala dilakukan terus-menerus, istiqomah menulis, hasilnya sungguh dahsyat.

Akannya ide, tidak usah dirisaukan. Ide muncul pada waktu yang tidak tepat. Di tempat-tempat atau dalam keadaan-keadaan tertentu ide muncul begitu saja. Manakala tidak ditulis, biasanya disimpan, eit ketika hendak menulis, misalnya sesampai di kamar, Si Ide terbang bagai burung lepas dari sangkarnya.

Manakala hal tersebut berulang dan kita biarkan, daya simpan otak akan melemah. Dalam bahasa umumnya, lupa. Lupa itu manakala sudah membiasa, bak lapisan dinding yang menyimpan ingatan, tetapi tidak lepas. Ide “terkunci” di otak, terlalu kokoh untuk ditembus dan dikembangkan. Saking kuatnya, tidak ingat lagi.

Rasa malas atau kebosanan adalah kesulitan menulis berikutnya. Manakala malas mencapai stadium akut sedangkan, misalnya tugas menulis harus dikerjakan, menulis berbuah kemandekan. Mata berjam-jam beradu pandang dengan sinar laptop yang menyilaukan. Mata terasa panas, rasa kantuk datang, lelah, letih, lemah, lesu tambah satu kata lagi linglung bisa jadi. Kita dipaksa dan terpaksa menulis meski mata dan otak sudah minta ampun. Akibatnya tulisan tidak menjadi.

Dalam pada itu, manakala bergabung kelakuan menunda-nunda waktu menulis, maka lengkaplah kemalangan dalam menulis. Seringkali kita menunda-nunda waktu untuk menulis. Niat atau keinginan untuk menulis sudah ada dalam hati, akan tetapi untuk mulai mengaplikasikannya itu masih kita tunda-tunda tidak langsung saat itu juga kemudian mengambil buku dan pena atau mengambil laptop untuk mengetiknya. Sebenarnya hal ini sama halnya dengan poin malas. Poin antar poin semua ada keterkaitannya.

Pengalaman dalam perkuliahan dimana kita harus menulis tentang tema yang sudah ditentukan. Kita harus mengembangkan ide dari tema tersebut. Jika pikiran dan hati lagi in the mood, bolehlah, tidak masalah. Tetapi jika sedang bad mood tentu saja hasilnya berbalik dengan apa yang diharapkan. Karena itu, dalam menulis selalu pelihara in the mood, jadikan suasana hati nyaman untuk menulis.

Yaps, menulis gampang-gampang susah. Sekalipun demikian, seperti yang saya tulis pada awal tulisan ini, sesungguhnya menulis merupakan hal sangat menyenangkan, mengasyikkan dan melegakan. Syaratnya mudah, latih diri agar selalu dalam status siap untuk menulis.

Selamat menulis.

Share this

0 Comment to "Menulis (3.8): Kemacetan Lalu-Lintas Otak"

Post a Comment