Tuesday 6 December 2016

Menulis (3.4): Problema Menulis

Hasan Basri
Mahasiswa Jurusan BSA UIN Malang

MENULIS bisa jadi menjadi hal menyenangkan bagi sebagian orang. Sebab, menulis ibarat teman yang tidak mengenal ruang dan waktu. Bahkan bisa dikatakan, sebagai sebaik-baiknya teman. Ketika kita mau menoleh ke belakang, betapa orang-orang besar terdahulu ketika menulis selalu berteman dengan kesendirian.
Di zaman sekarang tidak sedikit orang yang berusaha untuk menulis dan sering mengalami problem-problem dalam penulisannya. Dan, saya mengalaminya. Sebelum saya menjelaskan tentang problem menulis, seyogyanya diketahui, faktor utama dan musuh utama seorang penulis adalah kemalasan. Untuk itu, jika berniat menjadi penulis, pertama-tama yang dilakukan adalah mengalahkan musuh hebat tersebut.

Selanjutnya problem yang sering ditemui dalam menulis adalah pencarian ide. Terkadang butuh berhari-hari untuk menemukan ide tentang penulisannya. Tidak jarang bagi sebagian orang hanya untuk bisa menemukan ide penulisannya itu ia berela hati menunggu dan mencari kegundahan hati. Ia baru bisa menulis hingga sampai beratus-ratus halaman ketika dia sedang mengalami kesedihan.

Namun, tidak sedikit orang yang menulis ketika dia sedang berbahagia. Lantas bagaimana cara menulis yang bisa dilakukan disetiap waktu dan keadaan? Tulislah apa yang kamu rasakan disaat itu juga. Apabila bisanya menulis disaat sedih, ya menulislah. Begitu pula sebaliknya. Lambat laun kita akan menjadi peka dan bisa menuliskan apa yang hendak ditulis.


Problem selanjutnya adalah bagaimana cara kita meramu komposisi-komposisi kalimat agar menjadi kalimat yang pas dan enak dibaca. Jawaban masalah ini adalah membaca. Sebagaimana kata seorang guru saya: 
“Apabila kamu hendak menjadi seorang penjual, maka kamu harus sering membeli. Apabila kamu hendak menjadi penulis, maka kamu harus sering membaca.”

Problem lainnya kurang PD (percaya diri). Kita sering menyaksikan beberapa orang yang belajar menulis, setelah menulis beberapa paragraf, kemudian berhenti, lalu membaca kembali tulisannya dari awal. Namun, belum sampai membaca hingga akhir, ada beberapa kata yang dicoret atau dihapus, kemudian diganti. Dicoret lagi, lalu diganti lagi. Begitu seterusnya. Hingga akhirnya, tulisannya tidak pernah selesai. Parahnya, yang bersangkutan berkesimpulan, dirinya bukanlah orang yang pas untuk menulis. Aku tidak pantas menjadi penulis. Aku tidak punya bakat menulis. Saya kurang PD (percaya diri) dalam tulis-menulis. Untuk memperdalam perihal tersebut silakan baca tulisan Abdul Halim Fathani, Majalah Kata Buku, UIN-MALIKI PRESS, edisi VII tahun 2015 hal 38).

Masalah yang tidak kalah peliknya, bagaimana memulai atau mengawali tulisan? Kita sering bingung sampai berhari-hari hanya untuk mencari kata yang akan kita pasang di awal penulisan kita.

Kekurangan perbendaharaan kata juga bisa menjadi masalah dalam menulis. Saya sering menjumpai orang-orang yang merasa jenuh dengan tulisannya diakibatkan bahasanya yang cuma itu-itu saja alias tidak ada bahasa yang lain.

Masalah selanjutnya yang paling pokok adalah apa tujuan kita dalam menulis. Sering kita merasa ingin menulis dan semangat ketika mengikuti perlombaan berhadiah ratusan atau jutaan rupiah. Motivasi meraih hadiah tentu bagus, tetapi lebih penting motivasi agar menulis berkelanjutan. Apabila tujuan disandarkan pada materi apabila tidak mendapatkan, maka kecintaan menulis akan serta merta hilang. Seyogyanya berniatlah menulis untuk menjerat ilmu dan menyebar luaskannya.

Kita menulis tidak hanya agar diterbitkan atau agar tulisan dibaca orang lain. Sebab, apabila demikian, apabila tidak terpenuhi maka kita akan berhenti menulis. Menurut Kyai Mustofa Bisri: “Ketika menulis, saya tidak berfikir apakah tulisan saya akan diterbitkan atau tidak. Ketika akan diterbitkan pun, saya tidak berfikir apakah ada yang akan membaca atau tidak. Bahkan saya tidak berfikir apakah tulisan saya pantas atau tidak disebut puisi. Biar semua itu orang lain yang memikirkannya. Tugas saya hanya menuliskan apa yang ingin saya tulis.”

Kesimpulan dari berbagai macam problem-problem di atas adalah bagaimana kita mencari ide, bagaimana meramu komposisi-komposisi kalimat yang akan disusun, bagaimana bisa menaruh kepercayaan diri, bagaimana mengawali dan mengakhiri tulisan, bagaimana memenuhi kekurangan perbendaharaan kata, dan bagaimana menentukan tujuan menulis?

Untuk itu, rajinlah dan teruslah membaca, entah itu membaca buku atau membaca keadaan lingkungan alam sekitar kita, agar kita bisa menumbuhkan kesensitifan kepada sekeliling kita dan upayakan niat dan doa kepada Tuhan Sang Pencipta.

Semoga.

Share this

0 Comment to "Menulis (3.4): Problema Menulis"

Post a Comment