Hasan Basri
Mahasiswa Jurusan BSA UIN Malang
Mahasiswa Jurusan BSA UIN Malang
MENULIS bisa jadi menjadi hal menyenangkan bagi sebagian orang.
Sebab, menulis ibarat teman yang tidak mengenal ruang dan waktu. Bahkan
bisa dikatakan, sebagai sebaik-baiknya teman. Ketika kita mau menoleh ke
belakang, betapa orang-orang besar terdahulu ketika menulis selalu
berteman dengan kesendirian.
Di zaman sekarang tidak sedikit orang yang berusaha untuk menulis dan
sering mengalami problem-problem dalam penulisannya. Dan, saya
mengalaminya. Sebelum saya menjelaskan tentang problem menulis,
seyogyanya diketahui, faktor utama dan musuh utama seorang penulis
adalah kemalasan. Untuk itu, jika berniat menjadi penulis, pertama-tama
yang dilakukan adalah mengalahkan musuh hebat tersebut.
Selanjutnya problem yang sering ditemui dalam menulis adalah
pencarian ide. Terkadang butuh berhari-hari untuk menemukan ide tentang
penulisannya. Tidak jarang bagi sebagian orang hanya untuk bisa
menemukan ide penulisannya itu ia berela hati menunggu dan mencari
kegundahan hati. Ia baru bisa menulis hingga sampai beratus-ratus
halaman ketika dia sedang mengalami kesedihan.
Namun, tidak sedikit orang yang menulis ketika dia sedang berbahagia.
Lantas bagaimana cara menulis yang bisa dilakukan disetiap waktu dan
keadaan? Tulislah apa yang kamu rasakan disaat itu juga. Apabila bisanya
menulis disaat sedih, ya menulislah. Begitu pula sebaliknya. Lambat
laun kita akan menjadi peka dan bisa menuliskan apa yang hendak ditulis.
Problem selanjutnya adalah bagaimana cara kita meramu
komposisi-komposisi kalimat agar menjadi kalimat yang pas dan enak
dibaca. Jawaban masalah ini adalah membaca. Sebagaimana kata seorang
guru saya:
“Apabila kamu hendak menjadi seorang penjual, maka kamu harus
sering membeli. Apabila kamu hendak menjadi penulis, maka kamu harus
sering membaca.”
Problem lainnya kurang PD (percaya diri). Kita sering menyaksikan
beberapa orang yang belajar menulis, setelah menulis beberapa paragraf,
kemudian berhenti, lalu membaca kembali tulisannya dari awal. Namun,
belum sampai membaca hingga akhir, ada beberapa kata yang dicoret atau
dihapus, kemudian diganti. Dicoret lagi, lalu diganti lagi. Begitu
seterusnya. Hingga akhirnya, tulisannya tidak pernah selesai. Parahnya,
yang bersangkutan berkesimpulan, dirinya bukanlah orang yang pas untuk
menulis. Aku tidak pantas menjadi penulis. Aku tidak punya bakat
menulis. Saya kurang PD (percaya diri) dalam tulis-menulis. Untuk
memperdalam perihal tersebut silakan baca tulisan Abdul Halim Fathani,
Majalah Kata Buku, UIN-MALIKI PRESS, edisi VII tahun 2015 hal 38).
Masalah yang tidak kalah peliknya, bagaimana memulai atau mengawali
tulisan? Kita sering bingung sampai berhari-hari hanya untuk mencari
kata yang akan kita pasang di awal penulisan kita.
Kekurangan perbendaharaan kata juga bisa menjadi masalah dalam
menulis. Saya sering menjumpai orang-orang yang merasa jenuh dengan
tulisannya diakibatkan bahasanya yang cuma itu-itu saja alias tidak ada
bahasa yang lain.
Masalah selanjutnya yang paling pokok adalah apa tujuan kita dalam
menulis. Sering kita merasa ingin menulis dan semangat ketika mengikuti
perlombaan berhadiah ratusan atau jutaan rupiah. Motivasi meraih hadiah
tentu bagus, tetapi lebih penting motivasi agar menulis berkelanjutan.
Apabila tujuan disandarkan pada materi apabila tidak mendapatkan, maka
kecintaan menulis akan serta merta hilang. Seyogyanya berniatlah menulis
untuk menjerat ilmu dan menyebar luaskannya.
Kita menulis tidak hanya agar diterbitkan atau agar tulisan dibaca
orang lain. Sebab, apabila demikian, apabila tidak terpenuhi maka kita
akan berhenti menulis. Menurut Kyai Mustofa Bisri: “Ketika menulis, saya
tidak berfikir apakah tulisan saya akan diterbitkan atau tidak. Ketika
akan diterbitkan pun, saya tidak berfikir apakah ada yang akan membaca
atau tidak. Bahkan saya tidak berfikir apakah tulisan saya pantas atau
tidak disebut puisi. Biar semua itu orang lain yang memikirkannya. Tugas
saya hanya menuliskan apa yang ingin saya tulis.”
Kesimpulan dari berbagai macam problem-problem di atas adalah
bagaimana kita mencari ide, bagaimana meramu komposisi-komposisi kalimat
yang akan disusun, bagaimana bisa menaruh kepercayaan diri, bagaimana
mengawali dan mengakhiri tulisan, bagaimana memenuhi kekurangan
perbendaharaan kata, dan bagaimana menentukan tujuan menulis?
Untuk itu, rajinlah dan teruslah membaca, entah itu membaca buku atau
membaca keadaan lingkungan alam sekitar kita, agar kita bisa
menumbuhkan kesensitifan kepada sekeliling kita dan upayakan niat dan
doa kepada Tuhan Sang Pencipta.
Semoga.
0 Comment to "Menulis (3.4): Problema Menulis"
Post a Comment