M. Abblu Adam
Mahasiswa Jurusan BSI UIN Malang
Mahasiswa Jurusan BSI UIN Malang
TIDAK bisa dipungkiri bahwa menulis merupakan hal yang dilakukan
banyak orang, terutama bagi mereka yang berpendidikan, misalnya
mahasiswa, dosen dan guru. Mahasiswa diharuskan menulis skripsi sebagai
syarat penyelesaian studi. Dosen atau guru menulis karya tulis ilmiah
untuk menunjang karirnya.
Sejalan dengan itu, ada yang menyenangi membaca fiksi, entah itu
novel atau pun cerita pendek. Tentu ada yang menulis karya fiksi
tersebut. Saya seorang diantara yang suka menulis karya fiksi. Saya
memulai menulis fiksi sekitar setahun lalu dengan menulis novel yang
saya kira cukup bermodalkan imajinasi. Ternyata, begitu sulit ketika
berhadapan dengan layar laptop. Bagaimana menulisnya?
Barulah saya menyadari bahwa menulis melalui proses. Proses menulis
berarti menjalankannya secara bertahap, yang tidak serta-merta langsung
lancar alias fasih menulis. Jadi, dalam menulis cerita, sebelum saya
terjun dalam kepenulisan sebuah novel, alangkah baiknya jika saya
menulis tahap awal yang terlebih dahulu, yakni cerita pendek.
Muncul pertanyaan: Bagaimana menuliskannya? Bagaimana menghadapi kesulitan dalam menulis?
Banyak Membaca
Seorang koki yang tidak tahu bagaimana cara memasak yang baik dan benar
makanan yang ia masak, tidak lebih seperti seorang pemula yang baru
belajar memasak. Seorang penulis pun demikian. Jika seorang penulis
tidak tahu bagaimana cara menulis yang baik dan benar, tulisannya akan
menjadi sampah. Sebaliknya, apabila banyak membaca, seorang penulis akan
tahu bagaimana cara menulis yang baik. Dengan membaca, saya tahu
bagaimana seseorang menulis; bagaimana meletakan tanda baca yang benar;
bagaimana menghubungkan plot. Yaps, dengan banyak membaca, kita dapat
menghasilkan tulisan berkualitas.
Tema
Setelah membaca banyak hal tentang tulis-menulis, saya sangat ingin
menulis. Tetapi, ketika hendak menulis, saya bingung harus menulis
tentang apa. Oleh karena itu, sebelum menulis, kita harus menentukan apa
yang hendak ditulis, tema apa yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Apakah itu tentang percintaan, tragedi, horor, atau hal lainnya?
Sehingga kita tahu bagaimana bahasa yang semestinya digunakan. Jikalau
tentang percintaan, tentu bahasa yang digunakan haruslah mengena di hati
pembaca. Jikalau tentang horor, tentu bahasa yang digunakan haruslah
menegangkan pembaca. Dan, seterusnya.
Ide
Kalau seorang koki sudah tahu bagaimana memasak capcay, tetapi
bahan-bahan yang diperlukan untuk memasak capcay tidak tersedia, maka
capcay itu tidak akan pernah dapat dihidangkan. Bahan-bahan yang
dimaksud itu, sama seperti ide yang diperlukan ketika menulis. Kalau
tidak ada ide, apa yang hendak ditulis? Setidaknya, jika sudah mempunyai
ide, barulah memulai menulis.
Tulis saja, tuntaskan
Setelah mempunyai ide yang diyakini dapat ditulis dengan baik, mulailah
menulis. Hanya saja, adakalanya saat menulis, kita sering tergoda untuk
melihat tulisan sebelumnya, padahal tulisan tersebut belum selesai.
Akibatnya banyak waktu terbuang. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika
menyelesaikan tulisan, menuntaskan apa yang ditulis.
Edit
“Draft pertama dari apapun, adalah sampah,” tulis Ernest Hemingway.
Kalimat tersebut menjadi moto saya dalam menulis. Ketika menyelesaikan
naskah cerita pendek saya, saya menyadari naskah tersebut tidak lebih
dari sampah. Tetapi, sampah akan menjadi sesuatu yang sangat bernilai
jika didaur ulang dengan baik. Begitu pula naskah tulisan. Namun, saya
menganjurkan, simpanlah naskah tersebut satu atau dua hari untuk
kemudian dikoreksi, disempurnakan. Ternyata, resep tersebut manjur. Saya
bisa menyelesaikan cerpen saya.
Evaluasi
Anda yakin, naskah yang sudah diedit sedemikan rupa sempurna? Jangan
pernah berpikir demikian. Apapun itu, jika kita hanya mengoreksi tulisan
kita sendiri, bukan tidak mungkin hasilnya jauh dari yang diharapkan
karena hanya dilihat dari satu sisi sudut pandang. Lalu?
Mintalah pendapat orang lain. Mintalah kritik dan saran konstruktif.
Sebaliknya, acuhkah komentar-komentar yang tidak berguna. Dengan begitu,
kita mendapat berbagai masukan yang berarti. Jangan egois. Manusia
adalah makhluk sosial.
Alhamdulillah. Sekarang saya sudah bisa menulis cerita pendek, walau
pun masih belum sempurna. Saya harus berlatih dan berlatih. Ya,
berlatih.
Teruslah menulis. Agar kalian cinta menulis. Jika sudah cinta, maka apapun akan dilakukan, bukan?
***
0 Comment to "Menulis (3.6): Bagaimana Anda Akan Menulis?"
Post a Comment